Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal LBH Muslim, M Yusuf Sembiring, mengatakan, seniman muslim harus memahami tentang ketentuan terkait hak atas kekayaan intelektual (HAKI) di Indonesia untuk melindungi karya cipta yang telah dihasilkannya. "Salah total jika ada seniman muslim yang mengatakan tidak apa bila karya ciptanya dibajak, karena hal itu sama saja dengan melegalkan tindak pembajakan," kata Yusuf dalam seminar tentang HAKI di Jakarta Islamic Book Fair di Jakarta, Rabu. Ia menuturkan, pernah ada seorang penyanyi lagu-lagu rohani yang berkata tidak apa bila karyanya dibajak karena sang penyanyi itu tidak berniat kepada materi dari hasil penjualan karyanya. Padahal, ujar Yusuf, bila banyak penyanyi berpikiran seperti itu maka sama saja dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pembajak di Tanah Air. "Harus diingat bahwa Indonesia adalah negara hukum dan bukan negara barbar atau tanpa aturan," katanya. Menurut Yusuf, akan lebih baik bila sang penyanyi mengurus HAKI di Departemen Hukum dan HAM agar bisa memiliki dasar hukum yang kuat mengenai karya ciptanya. Apalagi, lanjutnya, suatu karya yang telah memiliki sertifikat HAKI dari Depkumham dapat dihibahkan dan diwariskan serta berlaku hingga 50 tahun setelah sang seniman meninggal dunia. Sementara itu, vokalis band cadas Tengkorak, Muhammad Heriadi Nasution, mengatakan, terdapat anggapan yang salah bahwa mengurus HAKI itu sulit dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Heriadi juga menyesalkan bahwa masih terdapat perusahaan industri musik yang tidak beritikad baik dengan tidak berterus terang tentang persoalan royalti kepada para musisinya. "Band Tengkorak sendiri sejak berdiri pada tahun 1990 telah memiliki label independen dan kini kasetnya telah terdistribusi hingga ke 28 negara," kata Hariadi. Menurut dia, industri musik di Indonesia masih kerap berlaku tidak adil dibandingkan dengan industri musik di sejumlah negara luar negeri. Sedangkan penyanyi nasyid dari Grup Snada, Teddy, mengatakan, kelompoknya pernah mengalami pengalaman pahit di mana karyanya terjual hingga 150 ribu buah tetapi Snada sama sekali tidak mendapatkan royalti. "Itu karena kami semua masih belum paham benar tentang hak intelektual terkait karya kami," kata Teddy.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009