New York (ANTARA) - Sehari setelah Wall Street mengalami penurunan terburuk sejak krisis keuangan, investor dihadapkan pada dilema yang tidak biasa, bertaruh bahwa saham akan bangkit kembali dari titik bear market (pasar jatuh), atau menghindarinya sekarang karena khawatir akan turun lebih jauh lagi.

Guncangan ganda dari epidemi global virus corona dan penurunan harga minyak telah meningkatkan ketidakpastian dan menggoyahkan keyakinan pada strategi yang telah bekerja dalam beberapa tahun terakhir.

Berikut adalah empat alasan untuk membeli sekarang, dan empat alasan lain yang mendukung pendekatan menunggu dan lihat.

Waktu untuk membeli

Penyelamat akan datang: Lebih banyak stimulus akan segera datang dari bank sentral dan pemerintah di seluruh dunia. Jepang pada Selasa (10/3) mengumumkan sekitar empat miliar dolar AS dalam pengeluaran untuk mengatasi dampak ekonomi virus corona, sementara Presiden AS Donald Trump pada Senin (9/3) mengatakan ia akan mengambil langkah-langkah "besar" untuk menyokong perekonomian, termasuk kemungkinan pemotongan pajak penghasilan.

Saham-saham AS naik hampir lima persen pada Selasa (10/3), didorong oleh harapan untuk langkah-langkah stimulus.

Pembayaran dividen: Kejatuhan imbal hasil obligasi pemerintah AS hingga di bawah satu persen dapat mendorong investor memilih saham yang membayar dividen.

Tiga perempat dari perusahaan S&P 500 memiliki dividen yang memberikan imbal hasil di atas obligasi 10-tahun AS, menurut Bank Wealth Management AS. Hal ini akan memberikan investor potensi pendapatan dan apresiasi harga jangka panjang.

“Profil pendapatan dividen ekuitas AS telah membaik,” menurut pembaruan pasar Bank Wealth Management AS.

Bermain rebound: Sekalipun jika ekonomi berada dalam resesi, penurunan rata-rata secara historis untuk S&P 500 yang bertepatan dengan kecenderungan untuk menurun adalah 28 persen, menurut Keith Lerner, kepala strategi pasar di Truist/SunTrust Advisory Services. Tapi, Lerner mengatakan dalam sebuah laporan, "begitu saham menemukan terendahnya selama resesi, setahun kemudian pasar telah naik rata-rata 32 persen dan median 37 persen."

"Bahkan jika kita melihat kelemahan lebih lanjut dalam waktu dekat, pasar masih akan naik dua digit dari level (Senin) setahun kemudian, jika preseden sebelumnya bertahan," kata Lerner.

Pasar yang lebih menakutkan: Aksi jual, khususnya penurunan besar pada Senin (9/3), menunjukkan bahwa "ketakutan kini ada di pasar" dan menunjukkan perilaku yang hampir bertolak belakang dengan perilaku yang terlihat pada awal 2020, kata Lerner dalam sebuah wawancara . Misalnya, rasio put-to-call, ukuran perlindungan investor terhadap sisi penurunan untuk saham, berada di level tertinggi sejak akhir Desember 2018, ketika pasar mencapai titik terendah selama penurunan itu.

"Ketika ekspektasi rendah," kata Lerner, "sedikit berita baik bisa sangat bermanfaat."

Tetap Waspada

Tidak ada akhir yang jelas untuk ketidakpastian: Investor mengalami kesulitan mencoba untuk memodelkan dampak utama virus corona terhadap perekonomian, dengan guncangan harga minyak Senin (10/3), yang memperburuk ketidakpastian.

“Bagian terendah yang awet dalam saham membutuhkan penetralan dampak negatif ekonomi dan pendapatan dari virus,” Alec Young, direktur pelaksana penelitian pasar global di FTSE Russell, mengatakan dalam komentarnya melalui surel. "Virus ini telah menyuntikkan ketidakpastian besar di sekitar pengeluaran konsumen, pasar kerja dan sentimen bisnis."

Ekonomi dapat mengalami resesi: Menjelang aksi jual tajam Senin (9/3), investor mengatakan saham-saham semakin mengkalkulasi harga dalam resesi. Kemerosotan pasar telah bervariasi selama resesi, tetapi dalam resesi terakhir, selama krisis keuangan 2007-2009, S&P 500 anjlok lebih dari 50 persen.

Kehabisan peluru perak (solusi sederhana untuk masalah rumit): Sementara investor berharap stimulus akan membantu menenangkan pasar, ada beberapa keraguan tentang seberapa banyak itu akan membantu, terutama dari bank sentral yang telah melalui siklus pelonggaran kebijakan moneter.

"Daya tembak terbatas bank sentral dibandingkan dengan 2008, ditambah dengan ketidakmampuan mereka untuk menyelesaikan pandemi global (tidak adanya koordinasi fiskal dan kepemimpinan kesehatan masyarakat), mendorong risiko tambahan lebih tinggi," kata BofA Global Research dalam sebuah laporan.

Jatuh dari puncak: Sekalipun mundur, beberapa investor mengatakan saham-saham tidak murah. Penilaian S&P 500, berdasarkan rasio harga terhadap laba ke depan, naik pada Februari ke level tertinggi sejak 2002, menurut Refinitiv Datastream, mengikuti kenaikan 30 persen Wall Street tahun lalu.

"Masih terlalu dini untuk mulai membeli hanya atas dasar bahwa indeks ekuitas telah terjual dari tertinggi mereka selama ini," kata Clark Fenton, manajer portofolio pengembalian beragam di RWC Partners, dalam komentar yang dikirimkan melalui surel.

Baca juga: Wall Street ditutup jatuh saat virus China mencapai Amerika Serikat
Baca juga: Regulator bursa AS peringatkan utang perusahaan dan risiko pasar
Baca juga: Wall Street ditutup melemah, dipicu data ekonomi AS di bawah perkiraan

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020