Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi Saldi Isra menyindir Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Karimun yang mengajukan gugatan terhadap UU Pilkada karena waktu penyampaian laporan kecurangan pilkada dinilai sempit.

Sebelum Bawaslu Karimun, Bawaslu Sumatera Barat juga mengajukan uji materi terhadap UU Pilkada dan pada akhir Januari 2020 permohonan itu dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Jadi kalau apa-apa lalu datang ke Mahkamah Konstitusi, minta ini supaya ini dan segala macam nanti kami melayani kebutuhannya Bawaslu saja ini, baru kemarin diputus, tiba-tiba minta lagi. Ini kalau dikabulkan minta lagi," kata Saldi Isra di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.

​​​​​​Namun, ia menegaskan bukan bermaksud melarang Bawaslu untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi.

Terkait gugatan Bawaslu Karimun yang ingin agar tenggang waktu penanganan laporan mau pun temuan pelanggaran pilkada lebih lama, Saldi Isra mengatakan dibatasinya waktu penanganan pelanggaran karena konsepnya speedy trial.

Untuk itu, diperlukan kemampuan Bawaslu daerah mengatur dan mensiasati waktu yang terbatas itu.

Saldi Isra mengatakan kepastian tahapan perlu dijaga sehingga pemohon diminta memberikan penjelasan implikasi yang dimohonkan pada tahapan pilkada.

"MK tidak akan memutus sesuatu kalau menimbulkan ketidakpastian baru. Kami tidak adakan mengambil risiko seperti itu," ucap dia.

Ada pun Bawaslu Karimun sebagai pemohon mengusulkan agar hari kalender dalam UU Pilkada diganti dengan hari kerja dan masa tiga hari untuk menindaklanjuti laporan pelanggaran pemilihan diganti dengan tujuh hari.

Baca juga: Waktu laporan pelanggaran dirasa singkat, Bawaslu Karimun gugat ke MK

Baca juga: MK tolak gugatan, pelaksanaan Pemilu tetap serentak

Baca juga: MK buka sejumlah pilihan model pemilu serentak

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020