Ketika pertama kali pasien Korona yang waktu itu masih disebut unknown pneumonia muncul di Wuhan 29 Desember 2019. Berita di media lokal khususnya di Wuhan menjadi trending topic khususnya di media sosial seperti Weibo – semacam twitter-nya China- dan di linimasa Wechat.

Naiknya angka penderita dan korban secara signifikan di pertengahan Januari membuat pemerintah China dengan berani dan cepat memutuskan pada 23 Januari untuk me-lockdown kota Wuhan, sebagai episentrum wabah korona bermula, agar penyebaran tidak semakin tinggi. Keputusan yang tidak hanya mengorbankan sekitar 11 juta penduduk Wuhan sebagai ibukota propinsi Hubei. Tapi juga berdampak terhadap aktifitas ekonomi dan sosial Wuhan. Apalagi kota Wuhan adalah kota dengan pertumbuhan ekonomi dan menjadi hub utama transportasi darat dan udaratersibuk di China bagian tengah.

Dari Wuhan, merembet ke kota-kota lain di China, bedanya kota-kota lain di luar propinsi Hubei tidak seekstrim kota Wuhan yang di-lockdown.Masyarakatnya dihimbau tidak keluar rumah. Liburan Imlek yang jatuh pada 25 Januari diperpanjang hingga pertengahan Februari. Kota-Kota di China sepi oleh aktifitas. Semua masyarakatnya mematuhi dan sadar akan keputusan pemerintahnya.

Pembangunan rumah sakit khusus Korona di Wuhan hanya dalam waktu 10 hari yang mampu menampung sekitar seribu pasien dengan fasilitas lengkap adalah satu dari sekian bagaimana contoh kebijakan kecepatan itu diapilkasikan.

Fasilitas kesehatan di China memang sangat luar biasa. Saya, selain menyaksikan sendiri, juga mendapat cerita banyak dari kawan-kawan yang mengambil studi kesehatan bagaimana kelengkapan dan kehebatan fasilitas laboratorium dan rumah sakit mereka. Baik laboratorium di kampus maupun di pusat-pusat studi kesehatan. Didukung oleh fasilitas pendanaan yang besar dan teknologi canggih terkini dengan sumber daya yang mumpuni.

Data antar rumah sakit di China terkoneksi satu sama lain dengan didukung teknologi Big Data dan kecerdasan buatan atau Artifial Intelligence. Inilah yang membuat data penderita Korona bisa real time dan memudahkan pengambil kebijakan untuk mengambil kebijakan dengan cepat.

Setiap penderita suspect Korona, bisa di-tracing sangat cepat, dengan mengakses lewat teknologi tertentu oleh pihak yang berwenang secara terintegrasi. Sehingga bisa dicari dengan cepat siapa yang pernah kontak dengan penderita.

Per 9 Februari 2020, pemerintah kota Wuhan sudah memeriksa 3371 komplek komunitas tempat tinggal yang berarti 4.21 juta pintu rumah dengan total 10,59 juta warga, atau total 98.6% dari penduduk Wuhan. Data itu disampaikan oleh Ma Guoqiang, Sekretaris PKC Kota Wuhan.

Solidaritas kemanusiaan warga China di luar propinsi Hubei juga sangat tinggi. Ribuan tenaga medis baik dari sipil dan militer dikerahkan.Tenaga relawan datang dari daerah lain untuk membantu di kota Wuhan dan kota lain di propinsi Hubei yang terkena dampak wabah Korona parah. Untuk memudahkan bantuan dan pemerataan bantuan, maka diatur dengan kebijakan gotong royong One Province on One Cities, satu propinsi di luar Hubei, membantu satu kota di Hubei.

Ada 16 Propinsi yang masing-masing membantu satu kota di Hubei, seperti Propinsi Zhejiang membantu Jiangmen, Shanghai dengan Tianmen, Beijing dengan Qianjiang, Tianjin dengan Shennongjia, Anhui dengan Huangshi dan lain sebagainya. Kebijakan itu mengadopsi kebijakan Dui Kou Yuan Jiangdimana Propinsi yang sudah maju membantu menyisihkan kelebihannya untuk pembangunan daerah Xinjiang.

Partisipasi perusahaan-perusahaan BUMN dan swasta seperti perusahaan keuangan,logistik, transportasi, media dan teknologi juga sangat tinggi bahu-membahu melawan bersama Korona. Seperti Baidu, Tencent, E-commerce Alibaba, JD, SF,BOC, CMG dan lain sebagainya. Mereka sukarela tidak hanya menyumbangkan dalam bentuk pendanaan tapi juga memfasilitasi pengembangan teknologi aplikasi IT, robotik, AI, Superkomputer, Big Data, dan logistik untuk menunjang kecepatan pemerintah dalam melawan Korona.Media pemerintah juga menyediakan informasi daring terpadu yang real time lengkap dengan konsultasi kesehatan, pengecekan ke rumah gratis, beli obat, dan termasuk konsultasi dengan bahasa asing bagi warga asing yang tinggal di China.

Sebagai mahasiswa sambil berbisnis yang sudah sekitar enam tahun di China. sebenarnya saya tidak terlalu heran dengan langkah dan kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut dalam segala hal. Saya menyaksikan sendiri bagaimana perkembangan pembangunan, kecepatan dan lompatan teknologi China dan keterbukaan masyarakatnya dalam adaptasi teknologi, kultur, kedisiplinan dan etos kerja mereka yang luar biasa. Apalagi didukung sistem politik Sosialisme Berkarakteristik China mereka yang memadukan nilai-nilai sosialisme dengan  nilai-nilai khas konfusionisme.

Perang Global Lawan Korona

Keamanan negara tergantung pada keamanan warga negaranya masing-masing. Jika mereka tidak aman, negara tidak aman. Saat ini Korona sudah menjadi ancaman global. WHO sudah menetapkan sebagai Pandemi Global yang harus diperangi bersama. Sampai tulisan ini dibuat, dikutip dari www.worldometer.infoper tanggal 9 Maret 2020, sudah ada total 109.967 kasus dengan 104 negara yang terinfeksi, dari angka tersebut total sudah ada 62.240 pasien yang sembuh dan 3.827yang meninggal.

Pendekatan dalam melawan wabah penyakit global tidak bisa lagi menggunakan pendekatan tradisional. Ancaman Korona memberi pelajaran kita akan pentingnyaHuman Securityatau Keamanan Manusia non perang. Isu utama non tradisional global yang berdampak tak hanya secara kesehatan, tapi juga sosial, politik dan ekonomi global. Isu-isu nyata yang dibutuhkan kesadaran bersama untuk melawannya.

Dalam pandangan Hubungan Internasional. Perang lawan Korona harus dilakukan dengan pendekatan lintas aktor, aktor Negara dan aktor non Negara. Ditengah dunia yang saling berketergantungan, pandangan konsepsi liberalisme untuk saling berkolaborasi dan bekerjasama mutlak diperlukan. Bekerjasama lintas Negara dan lintas organisasi, masyarakat dan perusahaan multinasional.Bahwa ada musuh sejati umat manusia yang tak kasat mata dan datang tiba-tibauntuk diperangi bersama seperti virus Korona ini.
Tren kenaikan penderita global berkebalikan dengan di China yang mulai menurun. Dunia patut belajar ke China,seperti yang diungkapkan Dr. Bruce Aylward Kepala Misi Bersama WHO-China on COVID-19, bahwakebijakan dengan kecepatan, teknologi, kesadaran dan kebersamaan berbagiChina dalam melawan Korona patut semua negara contoh.

Kita harus aktif kolaborasi untuk mereplikasi, adaptasi dan improvisasi melawan Korona ini.Bahwa Korona tak hanya berdampak ke kesehatan masyarakat. Tetapi dampak sosial kemanusiaan lainnya seperti perilaku rasialis dan kultur negatif dalam bermedia sosial juga harus dicegah agar tidak semakin mewabah. Karena Korona adalah musuh kita bersama yang tak mengenal bangsa, agama dan batas wilayah.

Penulis adalah Mahasiswa PhD Politik Internasional Central China Normal University (CCNU) Wuhan, Wakil Rois Syuriyah PCINU Tiongkok dan anggota PERHATI (Perhimpunan Alumni Tiongkok di Indonesia)

Pewarta: Ahmad Syaifuddin Zuhri
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020