Harapan lainnya juga obat itu nantinya jadi acuan para dokter dan mengaplikasikan ke pasien terutama yang kena hipertensi
Jakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menyebut keterlibatan swasta di tahapan pertengahan penelitian akan mempercepat Indonesia menghasilkan fitofarmaka.

"Jadi kita harus melibatkan swasta sejak di tahapan pertengahan, minimal setelah praklinis, sebelum uji klinis," katanya kepada ANTARA usai membuka Forum Grup Diskusi (FGD) Prioritas Riset Nasional Kesehatan 2020-2024 "Sinergisme Triple Helix Menuju Kemandirian Obat Herbal Indonesia Demi Kemajuan Bangsa" di Cibong, Jawa Barat, Kamis.

Menurut dia, swasta yang paling tahu kebutuhan pasar dan tentang mana obat yang lebih kompetitif sehingga dari beberapa kandidat fitofarmaka yang dikembangkan oleh peneliti bisa dipilih yang paling kompetitif nantinya untuk dipasarkan.

Handoko memperkirakan setidaknya dalam dua tahun ke depan akan mulai banyak fitofarmaka yang memasuki tahap uji praklinis.

Namun, kata dia, hal itu akan tergantung jenis obat yang hendak dikembangkan untuk bisa cepat sampai ke fitofarmaka.

"Ada yang memang cepat bisa dua tahun saya rasa sampai fitofarmaka. Bisa percepatan setahun saja, kalau obatnya sekadar obat flu gampang mungkin setahun uji klinis bisa selesai. Tapi kalau obatnya untuk yang susah perlu waktu lama lihat efeknya ya pasti butuh waktu lebih lama," ujar dia.

Baca juga: Obat atasi gangguan lambung berbahan kayu manis peroleh Fitofarmaka

Peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI Sofa Fajriah mengatakan saat ini mereka sedang mengembangkan komoditas mengkudu untuk antihipertensi.

Harapannya, dalam empat atau lima tahun ke depan dapat menjadi produk fitofarmaka sehingga mampu mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat.

"Harapan lainnya juga obat itu nantinya jadi acuan para dokter dan mengaplikasikan ke pasien terutama yang kena hipertensi," ujar dia.

Untuk 2020-2024, Indonesia memang memiliki Prioritas Riset Nasional di bidang Obat Herbal Terstandar (OHT) dan fitofarmaka.

LIPI, kata dia, sudah membuat kesepakatan dengan Nucleus Farma untuk pengembangan obat-obatan herbal di Indonesia.

Menurut peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI Marissa Angelina, sampai saat ini sudah melakukan pengujian dan kesiapan ekstrak pengujian sampai invitro dengan harapan bisa menjadi OHT hingga akhirnya fitofarmaka.

CEO dan pendiri Nucleus Farma Edward Basilianus berharap, obat hipertensi dari mengkudu yang sedang diteliti tersebut dapat cepat menjadi fitofarmaka.

"Harapan saya bisa diringkas waktunya dari yang lima tahun ke dua tahun. Jadi ini memang butuh sinergi semuanya, seperti topik FGD hari ini, jadi akademisi, bisnis, dan pemerintah perlu bersinergi semua," katanya.

Fokus Prioritas Riset Nasional 2020-2024, antara lain di bidang pangan, energi, kesehatan dan obat, transportasi, produk rekayasa keteknikan, pertahanan dan keamanan, kemaritiman, sosial-humaniora-seni-pendidikan, bidang riset lainnya, seperti bencana, biodiversitas, kekerdilan, dan lingkungan-air-iklim.

Baca juga: Pemerintah dorong saintifikasi jamu agar penuhi uji klinis
Baca juga: Fitofarmaka terdaftar BPOM baru 18 obat
Baca juga: LIPI terkendala hasilkan fitofarmaka, ini sebabnya

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020