Pemerintah terbuka untuk mendebat soal keaslian tersebut dan masing-masing pihak menyajikan fakta yang ada.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Museum Nasional Siswanto mengatakan keris Pangeran Diponegoro yang dikembalikan oleh pemerintah Belanda adalah asli dan sesuai dengan catatan sejarah bahwa benda itulah yang dibawa ke Belanda oleh Kolonel Jen-Baptis Cleerens.

"Kalau bukan Pangeran Diponegoro berarti itu dikatakan keris itu palsu, berarti dulu Kolonel Cleerens mendapatkan keris itu palsu. Yang jelas itu yang dibawa Kolonel Cleerens, sudah jelas, catatannya ada," kata Siswanto ketika ditemui di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Jumat.

Sebelumnya, Belanda secara simbolis mengembalikan keris milik Pangeran Diponegoro dalam lawatan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima ke Indonesia dan diserahkan secara langsung kepada Presiden Joko Widodo ketika keduanya mengunjungi Istana Bogor pada Selasa (10/3).

Keris Diponegoro yang dikabarkan sempat hilang akhirnya ditemukan di Museum Volkenkunde di Leiden, Belanda. Lewat penelitian panjang dan mendalam tim verifikasi Belanda dan Indonesia memastikan keaslian keris tersebut.

Menurut sejarah, keris itu didapatkan oleh pemerintah Belanda setelah menangkap Pangeran Diponegoro usai perang besar pada 1825-1830. Kolonel Jan-Baptist Cleerens kemudian memberikan keris itu sebagai hadiah kepada Raja Willem I pada 1831.

Setelah pengembalian, beberapa pihak sempat meragukan keaslian dari keris yang dikembalikan oleh Belanda tersebut.

Siswanto mengatakan pemerintah terbuka untuk mendebat soal keaslian tersebut dan masing-masing pihak menyajikan fakta yang ada.

"Kalau Museum Nasional harus mendapatkan informasi yang paling benar, paling valid. Karena tanggung jawab kami adalah selain menyimpan untuk kelestarian, kita menyampaikan kepada masyarakat harus yang benar," kata dia.

Pengembalian keris, kata dia, bukan hanya bagian dari euforia kedatangan Raja dan Ratu Belanda tapi keaslian dari keris itu juga sudah dikuatkan dengan dokumen ilmiah yang sudah diteliti pihak Belanda maupun Indonesia.
 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020