Kita berharap ada mekanisme yang menciptakan kepemimpinan global untuk langkah-langkah yang sinkron untuk sama-sama segera memitigasi
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan adanya mekanisme kepemimpinan global yang dapat menjadi mitigasi untuk mengantisipasi dampak penyebaran COVID-19.

"Kita berharap ada mekanisme yang menciptakan kepemimpinan global untuk langkah-langkah yang sinkron untuk sama-sama segera memitigasi," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.

Sri Mulyani mengatakan mekanisme ini bisa berkaca dari koordinasi kebijakan dari krisis keuangan 2008-2009 yang melahirkan forum G20.

Forum G20 ini telah bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi negara-negara penyumbang PDB global maupun memperkuat kebijakan di berbagai lembaga keuangan.

Meski demikian, ia mengakui persoalan pandemi COVID-19 ini sulit untuk diantisipasi karena pemicunya adalah masalah kesehatan yang berdampak ke seluruh dunia.

"Memang persoalannya adalah psikologis keamanan, karena adanya aspek kesehatan yang dianggap masih mengancam. Fokus kita sekarang adalah bidang ekonomi dengan memperhatikan perkembangan," ujarnya.

Dalam kondisi ini, menurut dia, fleksibilitas kebijakan menjadi penting agar pelaku ekonomi tidak resah dalam menghadapi ketidakpastian dan ruang gerak tidak terbatas.

"Kalau kita terlalu kaku, kita akan crack atau retak. Oleh karena itu, fleksibilitas adalah penting. Kita lihat secara terbuka, pragmatis dan lihat kenyataan dalam merespon," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah mengumumkan paket kebijakan jilid kedua berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah senilai Rp8,6 triliun bagi industri pengolahan selama enam bulan.

Pemerintah juga menunda pungutan PPh Pasal 22 Impor untuk 19 industri pengolahan periode April-September dengan perkiraan penundaan Rp8,15 triliun.

Selain itu, terdapat relaksasi berupa penundaan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen untuk 19 industri pengolahan periode April-September dengan perkiraan pengurangan Rp4,2 triliun.

Pemerintah juga mengeluarkan stimulus fiskal berupa relaksasi pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi 19 industri pengolahan dengan besaran Rp1,97 triliun.

Dalam kesempatan ini, pemerintah juga merumuskan stimulus nonfiskal berupa penyederhanaan atau pengurangan barang larangan terbatas ekspor maupun impor untuk memperlancar arus barang.

Stimulus nonfiskal lainnya adalah percepatan proses ekspor impor untuk reputable trader atau pengusaha bereputasi serta memperbaiki National Logistic Ecosystem.

Baca juga: Pemerintah pastikan belanja stimulus Rp160 triliun atasi COVID-19
Baca juga: Airlangga pastikan stimulus lanjutan untuk perkuat daya beli

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020