menyangkut usaha tani, perempuanlah yang paling banyak terlibat
Ambon (ANTARA) - Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon mengukuhkan seorang guru besar bidang ilmu Sosiologi Pedesaan melalui Rapat Terbuka Luar Biasa Senat yang dipimpin oleh Rektor Prof. Mj Saptenno, Senin.

Aphrodite Milana Sahusilawane, dosen Fakultas Pertanian resmi menyandang gelar profesor sosiologi pedesaan setelah dikukuhkan sebagai guru besar oleh Rektor Unpatti Prof. MJ Saptenno di aula rektorat setempat.

Perempuan kelahiran 1 Juli 1955 yang akrab disapa Ibu Non, telah menjadi tenaga pengajar di Unpatti sejak tahun 1984, tapi baru resmi diangkat sebagai dosen tetap pada 1986.

Ibu Non dalam pidatonya, "Perempuan Pulau Menjaga Pangan" mengatakan kontribusi perempuan di bidang pertanian berimplikasi membantu pemerintah dalam program pembangunan pertanian nasional, tidak kalah dengan laki-laki.

Baca juga: JK dianugerahi doktor kehormatan sosiologi agama
Baca juga: A. Yani Basuki Raih Gelar Doktor Sosiologi UI


Tapi dalam statistik ekonomi, tenaga perempuan belum diperhitungkan. Perempuan masih dianggap sebagai orang yang membantu laki-laki, sehingga hak-haknya sebagai pekerja sering diabaikan.

"Bicara menyangkut usaha tani, perempuanlah yang paling banyak terlibat. Kearifannya dalam membudidayakan benih dengan menerapkan teknik bertanam yang jitu mengantarkan perempuan menjadi petani yang sukses," katanya.

Penduduk di Maluku, sebutnya, sebagian besar tinggal di pulau-pulau kecil yang rentan terhadap gejolak ketahanan pangan.

Perubahan iklim yang semakin dinamis menyebabkan perubahan aktivitas dalam peran laki-laki dan perempuan demi pemenuhan kebutuhan.

Banyak studi terkait perubahan iklim, baik di aras nasional maupun lokal menunjukkan bahwa hal itu berdampak besar pada aktivitas perempuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

Di musim kemarau, air menjadi salah satu penghalang aktivitas berusaha tani, sedangkan di musim hujan kegiatan produktif sering terhambat karena cuaca alam yang tidak mendukung.

Baca juga: Prof Yayuk: Feminisasi pertanian terjadi hampir di seluruh dunia
Baca juga: DPR RI Minta Pemprov Jambi Perhatikan Petani Perempuan
​​​​​​

Sementara perempuan dalam posisinya sebagai penjaga pangan, dalam situasi apapun harus memastikan stok pangan tersedia sepanjang tahun, dan makanan tetap tersaji di meja makan.

Karena itu pula, kaum perempuan harus lebih lama berkonsentrasi di kebun dan aktivitas kerjanya semakin tinggi, seperti halnya yang terjadi di Pulau Kisar (Kabupaten Maluku Barat Daya), Pulau Selaru (Kabupaten Kepulauan Tanimbar) dan lainnya.

"Perempuan di Pulau Longgar dan Apara (Kabupaten Kepulauan Aru) harus berenang hingga ke atol demi memperoleh ikan bagi keluarganya," ucap Ibu Non.

Ibu Non diketahui menyelesaikan pendidikan Strata-1 (S1) program studi Sosial Ekonomi di Unpatti pada 1982, S2 Agribisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 1990 dan S3 Sosiologi Pedesaan di Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang pada 2012.

Selain menjadi dosen, saat ini ia menjabat sebagai Kepala Laboratorium Sosiologi dan Kependudukan di fakultas tempatnya mengajar, Ketua Pusat Penelitian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Unpatti sejak tahun 2015, dan Assesor National Pemeriksa Sertifikasi Dosen sejak tahun 2013.

Sepanjang karirnya, mantan ketua Program Studi Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Unpatti periode 1997 - 2003 itu, pernah terlibat dalam beragam program penelitian dan survei, tidak hanya yang terkait dengan pertanian, masyarakat, adat budaya dan pedesaan, tapi juga peran perempuan.

Tercatat sedikitnya ada 58 program penelitian dan survei yang pernah dikerjakannya, baik di bawah nama Fakultas Pertanian dan Unpatti, maupun lembaga lainnya seperti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Maluku dan Maluku Utara.

Baca juga: Kelompok Wanita Tani tombak pembangunan level keluarga
Baca juga: DPRD Kulon Progo minta dinas pertanian dampingi kelompok wanita tani

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020