Gorontalo (ANTARA News) - Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad akhirnya tak memenuhi panggilan pertama dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo untuk diperiksa sebagai tersangka korupsi dana APBD 5,4 miliar rupiah, Senin.

"Kami sudah mengirimkan surat panggilan untuk tanggal 19 Maret, namun Gubernur meminta tanggal 23 Maret saja. Ternyata hari ini juga tidak datang," kata Wakil Kepala Kejati Gorontalo, Sugiyarto.

Menurut dia, Kejati telah menghubungi pihak Fadel, namun tak ada jawaban atau klarifikasi mengenai ketidakhadiran Ketua DPD I Golkar Provinsi Gorontalo itu.

Sementara itu, Asisten Pidana Khusus Kejati Gorontalo, Andi Taufik mengatakan, pihaknya akan kembali memanggil Fadel untuk diperiksa dalam waktu dekat.

"Yang pasti beliau akan diperiksa sebelum Pemilu 9 April mendatang," ujar Andi saat ditemui.

Ia menambahkan, pihaknya telah selesai memeriksa seluruh saksi berjumlah 45 orang dari pihak legislatif dan eksekutif.

Saat ini, kata dia, Kejati sedang meminta keterangan dari dua saksi ahli bidang administrasi negara dari Universitas Hasanudin.

Menariknya, meski Kejati mengaku telah memanggil Fadel, namun Gubernur membantah menerima surat panggilan pemeriksaan. "Saya diperiksa sudah lama waktu kasus Amir Piola Isa. Itupun kasusnya sudah selesai. Jadi, tidak benar hari ini ada jadwal saya diperiksa kejaksaan," ungkapnya saat dihubungi melalui telepon selulernya.

Fadel juga mengaku tidak mengetahui bahwa dirinya telah menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

Pada tahun 2005 Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Amir Piola telah divonis dalam perkara korupsi dana APBD sebesar 5,4 miliar rupiah, karena dianggap bertanggung jawab dalam penggunaan bantuan dana mobilitas sewaktu menjabat sebagai Ketua DPRD periode 2001-2004.

Amir yang kemudian terpilih lagi menjadi Ketua DPRD periode 2005-2009 tersebut, hingga kini belum dieksekusi karena masih menunggu putusan di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung RI.

Dalam kasus tersebut, Amir diduga bersama Fadel membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 112 Tahun 2002 dan No 16 Tahun 2002, dimana kedua SKB itu terbit tanpa adanya rapat paripurna atau rapat pimpinan sehingga bertentangan dengan Keputusan DPRD Gorontalo Nomor 3 Tahun 2001 tentang Tata Tertib. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009