Tindak kekerasan kepada guru disebabkan belum ada kesepahaman antara orang tua dengan guru tentang cara-cara mendidik siswa dengan baik dan benar sesuai dengan pedagogik
Jakarta (ANTARA) - Dewan Pembina Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) M Qudrat Nugraha mengatakan adanya perubahan paradigma di masyarakat dalam mengartikan tindakan disiplin yang dilakukan guru kepada murid kerap menjadi penyebab terjadinya tindak kekerasan oleh wali murid dalam menyelesaikan persoalan.

“Maraknya kasus-kasus kekerasan, baik oleh guru kepada muridnya dan sebaliknya, wali murid dan murid itu sendiri kepada guru kerap menjadi berita di berbagai media bahwa tindakan-tindakan tersebut kini diterjemahkan secara lebih modern,” kata Qudrat Nugraha kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Menurut dia tindak kekerasan kepada guru disebabkan belum ada kesepahaman antara orang tua dengan guru tentang cara-cara mendidik siswa dengan baik dan benar sesuai dengan pedagogik.

Dikatakannya bahwa tindakan disiplin yang diterapkan guru pada 20 tahun silam sudah dianggap tidak relevan dan ada pergeseran paradigma terkait sosok guru.

Namun demikian, Qudrat mengakui memang masih ada sebagian guru belum siap dengan perubahan tersebut.

“Contoh kasusnya di tingkat SD atau SMP. Ada pelajaran tentang kebersihan dan disuruh untuk membersihkan toilet, mungkin untuk orang tua tertentu yang tidak mempraktikkannya di rumah bisa mempermasalahkan hal ini. Padahal di sekolah mau anak siapa saja, kalau itu untuk pelajaran kebersihan, semuanya sama dan setara,” katanya.

Lebih lanjut Qudrat mengatakan kasus kekerasan oleh guru atau sebaliknya dan juga wali murid dapat diatasi melalui fungsi pengawasan yang dilakukan guru, orang tua dan masyarakat.

Ia menambahkan pengawasan tersebut dapat berupa pengawasan melekat yang dilakukan langsung oleh pimpinan di sekolah, kemudian pengawasan masyarakat dalam lingkungan sehari-hari, serta didukung dengan adanya keterbukaan dari pihak sekolah itu sendiri.

“Kalau unsur-unsur tersebut sudah terpadu dan dijalankan dengan baik, maka tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan tidak akan terjadi, karena tidak ada celah lagi,” kata M Qudrat Nugraha. 

Sementara itu, data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan sejak Januari hingga Oktober 2019 kekerasan dalam dunia pendidikan tercatat sebanyak 127 kasus yang terdiri atas  kekerasan fisik, psikis dan seksual. Pelaku tindakan tersebut terdiri dari guru, kepala sekolah, siswa dan orang tua.

Dalam kasus tindak kekerasan fisik, terdapat sebanyak 21 kasus dengan 65 orang korban merupakan anak dan empat orang korban adalah guru.

Baca juga: PGRI tolak kekerasan pada guru

Baca juga: KPAI ungkap mayoritas kekerasan guru terjadi di lingkungan sekolah

Baca juga: PGRI Larang Guru Bertindak Keras Dalam Mendidik

Baca juga: Legislator minta penanganan kekerasan di sekolah menyeluruh


Pewarta: Zita Meirina dan Zainiya Abidatun N.
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020