Pemerintah harus berani menghentikan ekspor konsentrat tambang
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta segera menghentikan perizinan terkait ekspor konsentrat tambang dalam rangka meningkatkan nilai tambah pengolahan hasil pertambangan sehingga bisa meningkatkan nilai ekspor sekaligus lebih banyak membuka lapangan kerja di Tanah Air.

"Tetapkan (penghenian izin ekspor konsentrat tambang) sebagai upaya meraih nilai tambah produk ekspor sekaligus membuka lapangan kerja baru di dalam negeri. Pemerintah harus berani menghentikan ekspor konsentrat tambang," kata Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Luhut: Larangan ekspor nikel demi nilai tambah

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengingatkan bahwa semuanya sudah diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba serta peraturan pemerintah, termasuk mengenai jangka waktu kompensasi dari penerapan kebijakan tersebut.

Ia berpendapat bahwa kebijakan penghentian yang selaras dengan UU terkesan tidak serius dilakukan tetapi beberapa kali malah terdapat regulasi yang mengizinkan perpanjangan ekspor konsentrat.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi tembaga sepanjang 2019 mencapai 176.400 ton, turun dari produksi sepanjang 2018 yang mencapai 230.923 ton.

Baca juga: Menteri Edhy: Pembesaran benih lobster dorong nilai tambah

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono di Jakarta, Kamis (12/3), menyebut penurunan produksi tembaga itu disebabkan karena transisi produksi PT Freeport Indonesia dari open pit (tambang terbuka) menjadi underground (bawah tanah).

"Ini tembaganya mengalami penurunan, saya kira semua tahu Freeport tahun lalu masuk masa transisi dari open pit ke underground. Mudah-mudahan 2020 sudah mulai naik lagi dan nanti 2022 mencapai puncaknya," katanya.

Untuk tahun ini, target produksi tembaga dipatok 291.000 ton.

Baca juga: Presiden minta ekspor benih lobster perhatikan nilai tambah untuk RI

Dalam catatan Kementerian ESDM, selain tembaga, sejumlah komoditas tambang lainnya juga mengalami penurunan produksi. Sebut saja, emas yang juga turun dari 2018 mencapai 134,95 ton menjadi 108,2 ton sehingga tahun ini produksi hanya ditargetkan bisa mencapai 120 ton.

Timah, juga mengalami penurunan dari 83.015 ton pada 2018 menjadi 76.100 ribu ton pada 2019. Pada 2020 produksi timah ditargetkan sebesar 70.000 ton.

Kemudian, nikel matte juga turun produksinya dari 75.708 ton pada 2018 menjadi 71.000 ton pada 2019 meski penurunannya tidak terlalu siginifikan. Pada 2020, produksi nikel matte ditargetkan meningkat jadi 78.000 ton.

Baca juga: BI nyatakan perlu ada nilai tambah untuk dongkrak ekspor
 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020