Relaksasi ini juga berlaku bagi UMKM dan KUR
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menyiapkan kebijakan stimulus perekonomian di sektor industri keuangan non bank dengan melonggarkan ketentuan kewajiban pembayaran di perusahaan pembiayaan.

"Ini kami perluas bukan hanya kredit perbankan tetapi juga ke lembaga pembiayaan atau leasing company. Tujuannya agar sektor usaha masih tetap berjalan dari dampak penyebaran COVID-19 ini," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan resmi yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.

Rencana relaksasi kebijakan di perusahaan pembiayaan antara lain penundaan pembayaran untuk pembiayaan yang berkaitan dengan skema chanelling dan joint financing yang berkaitan dengan perbankan.

Metode executing antara perusahaan pembiayaan yang mendapat kredit dari perbankan, akan dilakukan dengan mekanisme restrukturisasi sebagaimana diatur dalam POJK No.11/POJK.03/2020.

OJK terus membantu pemerintah dengan memberikan ruang pelonggaran kepada sektor usaha termasuk usaha mikro dan kecil agar diringankan pembayaran kredit atau pembiayaannya serta dimudahkan untuk kembali mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan.

"OJK mendukung upaya pemerintah dalam memperlakukan sektor riil ini bisa diberikan ruang gerak yang lebih leluasa. Kita berikan ruang gerak kepada pengusaha ini agar bisa bertahan jangan sampai ambruk dan menimbulkan PHK, sehingga pada akhirnya bermasalah lebih berat lagi," ujar Wimboh.

Sebelumnya, OJK telah menerbitkan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease yang mulai berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai 31 Maret 2021.

POJK tersebut diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran COVID-19 sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard).

Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp10 miliar.

Selain itu, restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa batasan plafon kredit.

"Relaksasi ini juga berlaku bagi UMKM dan KUR. Sementara, untuk kredit yang direstrukturisasi bisa langsung dikategorikan menjadi lancar," ujar Wimboh.

Untuk kondisi di pasar modal, Wimboh menjelaskan bahwa bursa saham Indonesia masih dalam keadaan tertekan akibat sentimen negatif penyebaran COVID-19 sehingga masyarakat tidak perlu khawatir mengingat fundamental ekonomi Indonesia masih bagus.

Berbagai instrumen kebijakan pasar modal telah diterapkan OJK melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) seperti pelarangan short selling dan memberlakukan auto rejection serta halt trading.

OJK juga telah melonggarkan batas waktu penyampaian laporan dan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi pelaku industri pasar modal dan memberikan kemudahan melakukan pembelian kembali saham tanpa melakukan RUPS terlebih dahulu.

Untuk likuiditas perbankan, Wimboh meyakini kondisinya masih normal dan tidak perlu dikhawatirkan.

Baca juga: OJK : Jangan khawatirkan pasar modal, fundamental saham bagus
Baca juga: OJK siapkan pelonggaran kewajiban pembayaran di perusahaan pembiayaan

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020