Hal ini diperlukan untuk mencegah dampak negatif jangka panjang dari perlambatan ekonomi global yang saat ini tengah berlangsung
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menekankan pentingnya penerapan stimulus fiskal yang efektif dalam rangka mengatasi dampak COVID-19 seperti melemahnya permintaan ekspor-impor dan aktivitas bisnis.

"Pertama ialah stimulus fiskal. Hal ini diperlukan untuk mencegah dampak negatif jangka panjang dari perlambatan ekonomi global yang saat ini tengah berlangsung," kata Pingkan Audrine Kosijungan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Bunga acuan BI turun, Bank Mandiri: Saatnya fokus di stimulus fiskal

Ia mengapresiasi pemerintah telah memberikan dua paket stimulus fiskal dan menyiapkan paket stimulus jilid III yang mencakup aspek kesehatan, perlindungan sosial serta upaya menjaga kinerja pelaku usaha.

Selain stimulus di tingkat nasional, ujar dia, koordinasi di tataran global untuk memberikan stimulus juga sangat dibutuhkan.

Berdasarkan pengalaman saat krisis keuangan global 2008, stimulus fiskal yang diberikan oleh G-20 berjumlah sekitar dua persen dari PDB, setara lebih dari 900 miliar dolar AS pada tahun 2009.

"Selanjutnya, kebijakan moneter yang melibatkan bank sentral perlu memperhatikan aliran kredit dapat tersalurkan ke sektor ekonomi riil," katanya. 

Baca juga: Hipmi minta pemerintah perhatikan sektor ekonomi terdampak COVID-19

"Di masa krisis seperti saat ini, intervensi valuta asing dan langkah-langkah manajemen aliran modal dapat bermanfaat melengkapi tingkat suku bunga dan tindakan kebijakan moneter lainnya," lanjutnya.

Ia juga menekankan pentingnya pengawasan sistem keuangan harus bertujuan untuk mengedepankan keseimbangan antara menjaga stabilitas keuangan, menjaga kesehatan sistem perbankan dan meminimalisir dampak negatif perekonomian.

Pingkan mengemukakan krusialnya harmonisasi kebijakan pusat dengan daerah mengingat jumlah penduduk Indonesia yang banyak dan tersebar di 34 provinsi.

"Koordinasi dan harmonisasi kebijakan perlu terus diupayakan dan ditingkatkan agar menjamin kesiapan segala pihak termasuk masyarakat dalam memitigasi dampak negatif dari pandemi COVID-19," ucapnya.

Baca juga: Pemerintah siapkan stimulus lanjutan untuk antisipasi dampak COVID-19

Sebagaimana diwartakan, keputusan Bank Indonesia menurunkan bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 4,5 persen disambut positif.

“Sepertinya penurunan suku bunga ini merupakan yang terakhir dan sudah saatnya kita berfokus pada stimulus fiskal,” kata Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro di Jakarta, Kamis (19/3).

Rapat Dewan Gubernur BI pada 18-19 Maret 2020 memutuskan menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis point (bps) menjadi 4,5 petsen dari sebelumnya 4,75 persen.

Baca juga: Ritel juga minta guyuran kebijakan fiskal atasi dampak COVID-19

Sementara suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.

Andry mengatakan ruang penurunan suku bunga itu didorong oleh langkah pre-emptive BI dalam mengantisipasi risiko perlambatan ekonomi global, terutama akibat penyebaran virus COVID-19 dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 ini.

Sebelumnya, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menyatakan pemerintah sedang menyiapkan stimulus lanjutan untuk mengantisipasi dampak wabah virus corona atau COVID-19 yang penyebarannya sangat cepat.

Susiwijono mengatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah meminta pihaknya untuk mengevaluasi dan mengamati stimulus fiskal jilid satu dan dua sehingga nantinya dapat dilengkapi dengan stimulus lanjutan.

Baca juga: Pemerintah sederhanakan aturan ekspor-impor tangani imbas COVID-19

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020