banyak terkait dengan alat pelindung diri yang tidak memadai
Jakarta (ANTARA) - Peneliti bidang sosial The Indonesian Institute Nopitri Wahyuni mendesak perlunya alat pengaman diri (APD) bagi tenaga kesehatan yang menangani COVID-19.

"Kerentanan para tenaga kesehatan selama pandemi COVID-19 sangat besar. Selain tingkat penularan virus yang tinggi, tenaga kesehatan yang menangani kasus akan terpapar partikel virus lebih banyak dibanding masyarakat umum," kata Nopitri kepada wartawan di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan di tengah kerentanan tenaga medis itu fasilitas kesehatan dan petugas kesehatan harus siap. Kematian salah satu tenaga kesehatan yang menangani pasien terinfeksi SARS-CoV-2 harus membuat pemerintah mengkaji ulang mekanisme perlindungan bagi para tenaga kesehatan.

Nopitri menambahkan bahwa kerentanan tenaga kesehatan juga terkait dengan masalah pasokan alat kelengkapan medis yang semakin berkurang seiring dengan jumlah kenaikan kasus COVID-19.

Dengan jumlah positif corona yang mencapai 514 orang, dia mengatakan tantangan cadangan perlindungan keamanan tenaga kesehatan menjadi penting, seperti masker wajah N95, alkohol, sarung tangan dan lain-lain.

"Di China, hampir 3.400 tenaga kesehatan terinfeksi COVID-19 dan sebanyak 13 orang di antaranya meninggal. Di Italia pun tak kalah menyeramkan, yaitu 2.629 tenaga kesehatan positif virus dan mewakili 8,3 persen dari seluruh kasus. Permasalahannya banyak terkait dengan alat pelindung diri yang tidak memadai. Pemerintah harus antisipasi ini situasi ini sekarang," katanya.

Selain permasalahan di atas, Nopitri mengatakan para tenaga kesehatan juga menghadapi berbagai tekanan dan jam-jam panjang yang membuat sistem kekebalan tubuh mereka menjadi rentan.

Baca juga: Pemprov Jateng berinovasi produksi APD untuk tenaga medis

Baca juga: Forum Pemred minta Pemerintah cukupi APD tenaga medis sesuai standar


Apalagi, kata dia, jika protokol bagi tenaga kesehatan belum terstandardisasi ketika mereka menghadapi situasi panjang tanpa istirahat, makan dan menggunakan toilet.

Dia mengatakan protokol kebersihan juga dibutuhkan mengingat 70 persen dari pekerja di sektor kesehatan dan sosial adalah perempuan menurut WHO.

Nopitri memberikan contoh pada kasus spesifik di China. Para tenaga kesehatan perempuan yang juga mengalami menstruasi akan menghadapi masalah dalam keamanan dan kebersihan dalam pekerjaan mereka.

Merespons hal tersebut, kata dia, kampanye Corona Sister Support di wilayah Hubei, China, telah berhasil mendistribusikan produk-produk higienis bagi para tenaga kesehatan perempuan di garis terdepan.

"Permasalahan penting lain adalah kurang meratanya distribusi data dan informasi terkait dengan paparan pandemi COVID-19 dan penanganannya kepada seluruh petugas kesehatan yang terlibat. Apalagi di daerah-daerah," kata dia.

Ia mengatakan perlindungan bagi para tenaga kesehatan dalam hal data dan informasi sangat penting dilakukan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan fasilitas kesehatan yang menjadi rujukan.

"Tenaga kesehatan harus mendapatkan informasi dan panduan untuk menangani pasien, isolasi pasien sampai pembatasan dan pemindaian pengunjung di fasilitas kesehatan rujukan. Ini penting membekali mereka perlindungan selama menangani kasus," katanya.

Baca juga: Pemerintah siapkan insentif bagi tenaga medis yang menangani COVID-19
 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020