Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan berbagai jenis pelanggaran dalam pemungutan dan penghitungan suara pada Pemilu 2009.

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini di Jakarta, Kamis malam, mengatakan setidaknya ada sepuluh jenis pelanggaran, yaitu surat suara tertukar antardaerah pemilihan, jumlah surat suara kurang, pemilih yang berada di rumah sakit dan lembaga pemasyarakatan tidak dapat memilih.

Kemudian perubahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS), kotak suara yang tidak memenuhi standar, pemilih terdaftar tidak diberi kesempatan untuk memberikan suara, pemilih memberikan suara lebih dari satu kali, pemilih mengaku sebagai orang lain ketika memberikan suara.

Selain itu juga ada pemungutan suara yang tidak dilakukan dalam bilik suara, temuan TPS fiktif lengkap dengan kotak suara dan DPT di Kota Jayapura, Papua Barat.

"Berbagai pelanggaran tersebut berdasarkan laporan dari Panwaslu di seluruh provinsi di Indonesia," kata Nur Hidayat Sardini.

Anggota Bawaslu Wirdyaningsih menambahkan, Bawaslu menerima sedikitnya 154 laporan dari seluruh Indonesia yang bisa dikategorikan dalam sepuluh jenis pelangggaran tersebut.

Dari berbagai jenis kesalahan tersebut, Bawaslu mengumumkan pelanggaran yang paling sering terjadi adalah pelanggaran yang terkait dengan DPT bermasalah (45 kasus), pemilih yang mengaku sebagai orang lain (38 kasus), surat suara tertukar (31 kasus), dan surat suara kurang (10 kasus).

Bawaslu juga mencatat beberapa pelanggaran lain, antara lain politik uang (enam kasus) dan pemilih tidak menggunakan bilik suara atau bilik suara kurang (lima kasus).

Anggota Bawaslu Wirdyaningsih mengatakan, permasalahan DPT seringkali muncul dalam bentuk manipulasi yang dilakukan oleh petugas. Dia mencontohkan, petugas di sebuah TPS di Depok dengan sengaja menyuruh warga yang tidak terdaftar dalam DPT untuk menggunakan surat suara yang tidak digunakan oleh pemilih terdaftar.

"Selain itu masih juga dijumpai DPT ganda," kata Wirdyaningsih.

Sedangkan politik uang, menurut Wirdyaningsih, seringkali terjadi dalam bentuk serangan fajar yang dilakukan beberapa jam sebelum pemungutan suara.


Tidak siap

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini menegaskan, terjadinya berbagai bentuk pelanggaran itu menunjukkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak siap menyelenggarakan Pemilu 2009.

"KPU dinilai sangat tidak siap mengantisipasi dan terkesan menganggap kecil persoalan," kata Nur Hidayat menegaskan.

Nur Hidayat juga menyesalkan keputusan KPU untuk mengeluarkan surat bernomor 676/KPU/IV/2009 tentang Penegasan Hal-hal Terkait Permasalahan Pemungutan dan Penghitungan Suara. KPU mengeluarkan surat itu pada 9 April 2009 sore hari, atau setelah pemungutan suara.

"Surat KPU nomor 676/KPU/IV/2009 tersebut merupakan upaya untuk menutupi mismanajemen, ketidaksiapan, dan kelalaian KPU dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara," kata Nur Hidayat.

Untuk itu, Bawaslu akan menindaklanjuti berbagai pelanggaran itu sesuai dengan aturan yang ada dalam pasal 288 UU nomor 10 tahun 2008.

Pasal itu menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja membuat suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu mengalami penambahan atau pengurangan suara bisa dipidana dengan pidana penjara antara 12 bulan sampai 36 bulan dan denda antara Rp12 juta sampai Rp36 juta.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009