Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai bahwa rekomendasi impor produk hortikultura tidak efektif di tengah potensi meningkatnya sejumlah harga komoditas bahan pangan di tengah-tengah wabah COVID-19.

"Pemberlakuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk mendapatkan SPI merupakan langkah yang harus dievaluasi efektivitasnya, terutama pada masa sekarang ini. Pemenuhan kebutuhan masyarakat perlu diprioritaskan tanpa melalui proses yang panjang," kata Felippa Ann Amanta dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, permasalahan yang dihadapi para importir bawang terhadap pemberlakuan RIPH adalah mengenai adanya wajib tanam sebesar 5 persen dari volume impor yang diajukan.

Padahal, lanjutnya, petani bawang putih sendiri menghadapi berbagai tantangan dalam menanam bawang putih, seperti keterbatasan ketersediaan lahan dan ketidaksesuaian iklim (bawang putih akan tumbuh baik di iklim subtropis, sementara Indonesia memiliki iklim tropis) dan ketidakmampuan importir dalam menemukan kelompok tani yang bisa merealisasikan kewajiban tanam ini.

Baca juga: Kemendag hapus persetujuan impor bawang putih

Ia berpendapat bahwa realisasi dari wajib tanam juga belum sesuai dengan peraturan 5 persen dari volume, serta implementasi keharusan wajib tanam terhalang oleh kapasitas untuk mengecek kenyataan di lapangan atau memantau perkembangan penanaman.

"Alhasil, banyak pelaksanaan wajib tanam yang tidak sesuai dengan laporan. Meskipun sesuai pun ada risiko gagal panen. Belum lagi adanya kerawanan penyalahgunaan aturan kuota impor dari RIPH yang nampak pada kasus korupsi impor bawang putih yang terjadi pada 2019 yang lalu," ucapnya.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Perdagangan membebaskan sementara izin impor untuk bawang putih dan bawang bombay terhitung sejak Rabu (18/3). Pembebasan izin impor dilakukan dengan menghapuskan persetujuan impor (PI) serta laporan surveyor (LS) bawang putih dan bawang bombay.

“Pembebasan ini bersifat sementara hingga 31 Mei 2020 dan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana.

Baca juga: Kemendag tegaskan setujui izin impor bawang putih

Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden untuk ketersediaan serta menjaga harga barang dan bahan pangan pokok seperti gula, bawang putih, daging, dan barang/bahan pokok lainnya yang penyediaannya dari dalam negeri maupun dari luar negeri sehingga tidak terjadi kelangkaan dan lonjakan harga yang signifikan di masyarakat, utamanya dalam menghadapi dampak wabah COVID-19 dan menjelang bulan Ramadhan serta Idul Fitri 1441 H.

Dalam sebulan terakhir, harga bawang putih sempat menembus Rp70.000 per kg dan bawang bombay mencapai Rp140.000 per kg, meningkat lebih dari 100 persen. Oleh karena itu, dalam menghadapi dampak COVID-19 dan agar pasokan terpenuhi serta harga segera turun, Kemendag menghapus izin impornya.

Penghapusan impor bawang putih dan bawang bombay telah sejalan dengan UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, sebagaimana pada Pasal 88 ayat (2) yang mengatur bahwa impor produk Hortikultura dapat dilakukan setelah mendapat izin dari menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang Hortikultura.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020