Opsi ‘lockdown’ yang di dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disebut karantina wilayah bisa menjadi pilihan karena saat ini di banyak daerah muncul pasien-pasien positif COVID-19 karena pergerakan masyarakat antar-wilayah masih t
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Sukamta meminta pemerintah mengevaluasi skenario penanggulangan COVID-19 yang telah berjalan dan segera membuat opsi skenario yang lebih tepat untuk menekan penyebaran virus tersebut salah satunya adalah langkah isolasi atau "lockdown".

"Opsi ‘lockdown’ yang di dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disebut karantina wilayah bisa menjadi pilihan karena saat ini di banyak daerah muncul pasien-pasien positif COVID-19 karena pergerakan masyarakat antar-wilayah masih terus terjadi," kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Pemerintah disarankan lakukan karantina wilayah dari sejumlah pihak
Baca juga: F-PPP minta pemerintah pertimbangkan opsi "lockdown" per wilayah
Baca juga: Polemik "lockdown", Wapres: Yang penting adalah menerapkan disiplin


Hal itu dikatakannya terkait tren bertambahnya jumlah pasien positif terinfeksi COVID-19, data per-hari Kamis (26/3) menjadi 893 orang dan juga menyebar ke 24 provinsi di Indonesia.

Sukamta menilai Pemerintah jangan menutup opsi "lockdown" karena bisa saja menjadi cara paling efektif mengatasi penyebaran COVID-19, dan di beberapa negara opsi tersebut sudah dilakukan termasuk Singapura dan Malaysia.

Karena itu dia menilai sangat penting bagi pemerintah untuk transparan terhadap skenario yang akan dilakukan dalam penanggulangan COVID-19.

"Apabila opsi 'lockdown' dilakukan, bisa dimulai dari Pulau Jawa saja, hal ini dengan mempertimbangkan jumlah kasus positif COVID-19 terbanyak berada di Pulau Jawa dan khususnya wilayah Jabodetabek," ujarnya.

Anggota Komisi I DPR RI itu menilai "mengunci" Pulau Jawa akan menjadi langkah penting dalam pengendalian penyebaran COVID-19.

Menurut dia, Pemerintah bisa melakukan "lockdown" terlebih dahulu di Pulau Jawa selama 2 bulan dan apabila data yang dipakai adalah data keluarga miskin, maka anggaran bantuan selama "lockdown" 2 bulan hanya membutuhkan sekitar Rp12,5 trilliun.

"Berdasarkan perhitungan bahan pokok yang dibutuhkan satu keluarga miskin perbulan dengan rincian sebagai berikut Beras 10 kg, daging ayam 2kg, ikan lele segar 2 kg, telur ayam ras 4 kg, minyak goreng 2 liter dengan harga terkini di pasaran maka setiap keluarga bisa mendapatkan bantuan sebesar Rp500.000," katanya

Dia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) per-September 2019, jumlah penduduk miskin di pulau Jawa mencapai 12.555.900 orang maka apabila dilakukan lockdown selama 2 bulan dibutuhkan sekitar Rp12,5 trillin.

Menurut Sukamta jika opsi "lockdown" dilakukan, Pemerintah juga perlu menanggung stimulus kepada 73,5 juta pekerja di Jawa dan perhitungan berdasarkan UMP di berbagai provinsi di Pulau Jawa, pemerintah harus memberikan stimulus sekitar Rp300 trilliun agar perusahaan mau merumahkan karyawannya.

"Dana 300 trilliun bisa dikumpulkan dengan mengalihkan beberapa mata anggaran di APBN dan mungkin tidak sebesar itu. Saya kira dalam situasi keprihatinan seperti ini, akan banyak sektor swasta yang mau ikut membantu dengan tetap memberikan gaji kepada karyawannya selama 'lockdown'," ujarnya.

Baca juga: Pemerintah diminta perhatikan pekerja migran Indonesia di Malaysia
Baca juga: DPRD Jabar usulkan pemberlakuan "lockdown" di sejumlah daerah

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020