Surabaya (ANTARA News) - Pelaksanaan ujian negara (UN) tingkat SLTA di berbagai daerah di Jawa Timur pada hari pertama, Senin, lancar, meski diwarnai sejumlah peristiwa.

Beberapa peristiwa yang mewarnai UN itu antara lain, seorang siswi yang sedang hamil tidak diperkenan ikut UN, siswa peserta sedang menghadapi kasus kriminal, atau karena orang tua tidak mampu membayar, sehingga si anak tidak diperkenankan ikut UN.

Dari Kediri dilaporkan, RW (17), seorang pelajar dari SMKN I Kota Kediri, terpaksa mengikuti kegiatan ujian nasional (UN) dengan diangkut mobil tahanan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri.

Hal tersebut terpaksa dilakukan, lantaran kasus yang menerpa dirinya, terkait pencabulan hingga saat ini masih ditangani Kejari Kediri.

Kepala SMKN I, Bambang Sukadiono, mengemukakan, pihaknya tidak membedakan antara pelajar yang terlibat masalah dengan yang tidak.

"Sebelum terlibat masalah, dia sudah masuk dalam daftar peserta ujian nasional. Jadi, dia mempunyai hak untuk mengikuti UN," katanya.

Dalam mengerjakan UN di sekolahnya, RW tidak ditempatkan di ruang khusus. Dia mengerjakan soal bersama dengan para siswa lainnya.

Yang membedakan hanyalah saat mengerjakan soal-soal tersebut, ia mendapat pengawalan petugas dari Kejari Kediri, mulai diantar dari lokasi Lapas Kediri hingga proses pengerjaan sampai selesai mengerjakan.

RW yang berasal dari Kelurahan Tinalan, Kota Kediri tersebut, terlibat dalam kasus pencabulan yang dilakukan sekitar enam bulan lalu. Kasusnya kini masih dalam penanganan Kejari Kediri, menunggu proses pidana selanjutnya.

Saat hendak pulang mengikuti UN di sekolahnya, dia cenderung enggan ditemui. Pihak sekolah pun menolak untuk berkomentar lebih lanjut, terkait dengan kebijakan yang bakal diambil selanjutnya.

Pelaksaan UN di Kota Kediri, serentak dilakukan. UN tersebut diikuti sebanyak 4.153 siswa dari SMA, serta 3.916 tingkat SMK. UN tersebut akan berlangsung hingga Rabu (22/4) mendatang.

Sementara di Kabupaten Sidoarjo, dua siswa dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah 1 Taman, yang menyandang tunanetra, terpaksa harus mengikuti ujian nasional (UN) tanpa bantuan huruf braille.

Dua siswa yang mengikuti ujian itu masing-masing bernama Prayoga Lutfi Umara dan Heni Rama, kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo, Hadi Sutjipto.

Ia mengemukakan, sesuai dengan aturan Dekdiknas, memang tidak disediakan soal dengan huruf braille bagi siswa penderita tunanetra. Dalam mengerjakan soal-soal ujian, siswa penderita tunanetra hanya dibantu oleh guru dengan sistem pembacaan soal.

"Secara teknis, si guru tersebut akan membacakan soal dan jawaban. Sedangkan siswa hanya memilih jawaban yang dibacakan tersebut," katanya menjelaskan.

Kedua siswa tersebut, menjalani ujian di ruangan tersendiri yang masih berada satu komplek dengan sekolahnya. Keduanya tidak dibedakan dalam materi soal yang diujikan. Hanya tempatnya saja yang berbeda dengan siswa yang lainnya.

Pelaksanaan UN hari pertama ini, Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso meinjau pelaksanaan ujian di beberapa sekolah, rumah sakit dan lembaga pemasyarakatan Sidoarjo.

Sidak diawali di SMAN 1 Sidoarjo, disusul kemudian ke Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Sidoarjo dan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo.

Win Hendrarso juga didampingi oleh Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Sidoarjo, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Setija Junanta.

Terdapat satu orang siswa yang harus melakukan UN di lembaga pemasyarakatan Sidoarjo. Siswa itu berasal dari SMK PGRI Sidoarjo, St (18,), karena terlibat kasus pencurian helm.

Selain Sutrisno, juga ada M. Rifa`i siswa SMA Tri Bakti Tanggulangin yang harus mendekam di tahanan lantaran terlibat pengeroyokan. Sayangnya, Rifa`i harus mengundurkan diri tidak bisa mengikuti UN, karena tidak mempunyai biaya.

Menanggapi keluhan itu, Bupati Win langsung berkomentar jika seluruh biaya UN atas nama Rifa`i siswa SMA Tri Bakti Tanggulangin akan ditanggung olehnya.

"Untuk biaya Rifa`i, saya yang akan menanggung. Biar dia bisa ikut UN," kata Win menegaskan.

Dinas Pendidikan (Diknas) Kabupaten Sidoarjo, menargetkan kelulusan peserta ujian nasional pada tahun ini sebesar 99,6 persen.

"Tahun ini, targetnya 99,6 persen, tahun lalu sebesar 99,58 persen. Tapi harapan kami, seluruh peserta ujian bisa lulus seratus persen," kata Kepala Dinas Pendidikan (Diknas) Kabupaten Sidoarjo, Hadi Sutjipto.

Siswa SLTA se-Sidoarjo yang tercatat sebagai peserta UN pada tahun ini mencapai 21.305 siswa. "Melihat pelaksanaan UN pada hari pertama ini, saya optimistis jika seluruh peserta UN bisa lulus seratus persen," katanya.

Sementara itu, pada UN kali ini tercatat tiga orang peserta harus menyandang status tahanan, pada saat melakukan ujian.

Mereka adalah tahanan kasus pencurian dari Kepolisian Sektor (Polsek) Kota Sidoarjo, Candi, dan Wonoayu. Namun yang di Polsek Kota, sudah dikirim ke lembaga pemasyarakatan Sidoarjo, kata Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Sidoarjo, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Setija Junanta.

Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Timur, Saifullah Yusuf, merasa prihatin atas pengusiran siswi yang sedang hamil dari ruang kelas pada hari pertama pelaksanaan ujian nasional (UN) untuk SLTA di Surabaya.

"Ini aneh, sekaligus memprihatinkan. Masak, ada siswi SMA sudah hamil dan dilarang ikut UN lagi," katanya saat ditemui usai sidang paripurna DPRD Jatim.

Kendati hamil merupakan hak seseorang, Saifullah tetap menyayangkan hal itu terjadi pada siswi SMK Negeri 8 Surabaya. "Lha, wong masih sekolah, kok sudah hamil," katanya dengan mimik serius.

Seharusnya, pihak sekolah dan orang tua siswi tersebut, mendukung program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan pemerintah, untuk mengurangi ledakan jumlah penduduk.

Meskipun demikian, dia tetap tidak setuju, kalau siswi yang sedang mengandung itu dilarang mengikuti UN. "Dia kan juga punya hak untuk bisa lulus sekolah. Tapi mengapa dilarang?" kata Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor mempertanyakan.

Selanjutnya, dia akan meminta penjelasan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, mengenai larangan mengikuti UN bagi siswi yang sedang hamil.

"Pada saatnya nanti, kami akan memanggil mereka," kata mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal itu menuturkan.

Sebelum diusir dari SMK Negeri 8 Surabaya, siswi yang sedang hamil itu mendapatkan pesan singkat (SMS) dari kepala sekolah, agar tidak hadir saat UN hari pertama. Namun, dia tetap datang diantar orang tuanya, karena sebelumnya pihak sekolah telah memberikan izin untuk bisa mengikuti UN.

Hal ini berbeda dengan di SMA Untag Surabaya. Seorang siswi yang sedang hamil tua tetap diizinkan mengikuti UN, bersama rekan-rekan lainnya.

Sementara itu, pelaksanaan UN hari pertama di Surabaya berjalan aman dan lancar. Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya, Kombes Pol. Ronnie F. Sompie mengatakan, sebanyak 1.320 personel dikerahkan untuk mengamankan pelaksanaan UN di Kota Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.

"Saya jamin, naskah dan lembar jawaban UN kali ini tidak akan bocor," katanya menegaskan.



Isu Bocor

Sementara dari Kabupaten Bojonegoro dilaporkan, adanya isu telah terjadi "kebocoran" soal UN bagi sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA).

"Kami sudah melakukan pengecekkan soal UN di Baureno bocor. Nggak terbukti, hanya isu," kata Kapolsek Baureno, AKP Kanafi.

Kanafi mengaku, sebelum UN dimulai memang sempat beredar jawaban UN di SMA Achmad Yani, Baureno, dan para siswa peserta UN sudah menerima jawaban dan diperbolehkan membawa telepon selular.

Tetapi, lanjutnya, setelah dilakukan pengecekkan, kabar bocornya soal UN itu tidak benar, hanya sebatas isu yang dihembuskan, karena adanya persaingan antarlembaga SLTA swasta di Kecamatan Baureno.

"Kami menjamin tidak ada soal bocor di Baureno," katanya menegaskan.

Hal senada disampaikan Kepala Bagian (Kabag) Humas dan Protokol Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jhony Nurhariyanto.

Menurut dia, tim Kabupaten yang dipimpin langsung Bupati Bojonegoro, Suyoto, Kepala Pendidikan Nasional (Diknas) Bojonegoro, Zainuddin dan sejumlah staf ahli di jajaran Pemkab melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah SLTA di Baureno.

Inspeksi yang dilakukan tersebut, karena mendengar kabar di wilayah Kecamatan Baureno, sebelum UN dilaksanakan jawabannya sudah beredar.

"Dari inspeksi kami, ternyata tidak ada kebocoran soal UN, pelaksanaan UN di Baureno berjalan normal," katanya menegaskan.

Selain melakukan sidak ke Baureno, rombongan Bupati Bojonegoro, Suyoto, juga melakukan sidak ke MAN I Bojonegoro.

Berdasarkan data di Diknas setempat, dalam pelaksanaan UN di Bojonegoro, untuk SMA negeri dan swasta sebanyak 38 lembaga dengan jumlah 4.875 siswa, Madrasah Aliyah (MA) 30 lembaga 2.987 siswa dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 26 lembaga 3.016 siswa.

Menurut Kepala Diknas Bojonegoro, Zainuddin, dalam pelaksanaan UN di Bojonegoro, memanfaatkan 601 ruangan dan melibatkan 1.314 pengawas.

"Yang jelas, pendistribusian soal dari polsek berjalan lancar," katanya menegaskan.

Sedangkan di Kabupaten Kediri, sebanyak 56 siswa tingkat SMA/MA/SMK di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, diketahui membolos saat mengikuti ujian nasional (UN) hari pertama, sehingga dikhawatirkan tidak lolos UN.

"Dari sekian yang mengajukan izin tidak ikut UN hari pertama, ada yang berlasan sakit, tanpa alasan sama sekali, bahkan ada yang sudah `drop out/DO` atau keluar. Yang bolos alias tidak memberitahu keberadaannya 56 orang," kata Kepala Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora), Kabupaten Kediri, Baidowi.

Ia mengungkapkan, dari jumlah yang mengajukan izin tersebut, sebanyak 27 siswa dari SMA/MA. Dari jumlah tersebut, 11 siswa izin, sementara sisanya sudah DO. Sementara untuk tingkat SMK, sebanyak 29, satu di antaranya sudah DO.

Walaupun tidak masuk dalam ujian pertama, Baidowi mengaku, pihaknya masih memberi kesempatan pada para pelajar itu untuk mengikuti ujian susulan, yang dilakukan usai pelaksanaan UN tersebut.

"Mereka yang sudah mengajukan izin dapat mengikuti ujian susulan, tapi, yang tidak mengajukan, dengan terpaksa, tidak lolos UN," katanya menjelaskan.

Ia mengaku, tidak risau dengan peningkatan nilai standarisasi kelulusan dari semula 5,25 menjadi 5,50. Dengan peningkatan itu, pihaknya optimistis, angka kelulusan di Kediri mampu melebihi dari tahun sebelumnya.

Sementara itu, dalam pelaksanaan UN di Kabupaten Kediri tersebut, Bupati Kediri, Ir. Sutrisno sempat menijau pelaksaan UN di MAN I Kediri, Kecamatan Tarokan dan SMAN I Grogol di Kecamatan Grogol.

Dalam kesempatan tersebut, Bupati mengatakan, pelaksaan UN pertama di kabupaten nisbi lancar. Pihaknya menginginkan, agar para pelajar lebih giat belajar dan serius mengerjakan soal UN.

"Kami berharap, mereka dapat memperoleh nilai terbaik," kata Bupati, seraya meninjau dari luar lokasi kelas, agar tidak mengganggu proses pengerjaan UN oleh para pelajar tersebut.

Di Kabupaten Kediri, peserta UN tahun pelajaran 2008/2009 untuk SMA sebanyak 3.700 siswa, MA 1.640 siswa, dan SMK 2.219 siswa. Mereka akan mengikuti UN mulai hingga tiga hari kedepan.

Kabupaten Jember, tercatat sebanyak 14.397 siswa SMA/MA/SMK negeri dan swasta mengikuti UN.

"Saya sudah memantau pelaksanaan UN di SMAN 1, SMAN 2 dan SMKN 2, semuanya berjalan lancar," kata Kepala Dinas Pendidikan Jember, Ahmad usai melakukan inspeksi mendadak (sidak) UN di Jember.

Jumlah siswa SMA negeri dan swasta yang mengikuti UN sebanyak 7.038, MA negeri dan swasta 2.969 siswa, SMK negeri dan swasta 4.969 siswa.

"Hingga saat ini, saya belum menerima laporan siswa yang tidak masuk UN. Biasanya laporan itu akan disampaikan ke Dinas Pendidikan sore hari," katanya menerangkan.

Menurut dia, pelaksanaan UN di Jember berjalan lancar dan distribusi soal ke masing-masing sekolah sudah tepat waktu, sehingga siswa bisa mengerjakan soal UN dengan tenang.

"Saya berharap, seluruh siswa bisa mendapatkan nilai terbaik dalam UN dan lulus 100 persen," katanya berharap.

Sementara itu, Kepala SMAN 2 Jember, Sukantomo, mengaku, tidak ada kendala dalam pelaksanaan UN yang dilaksanakan di sekolahnya.

"Semua siswa SMAN 2 hadir dan tidak ada yang terlambat," kata Sukantomo.

Jumlah siswa SMAN 2 yang mengikuti UN, kata dia, sebanyak 321 siswa dan ruang yang disiapkan sebanyak 17 ruang kelas.

Ia menjelaskan, pihak sekolah melarang pemantau dan Dinas Pendidikan yang melakukan sidak untuk masuk ruangan, karena dikhawatirkan menganggu konsentrasi siswa dalam mengerjakan soal UN.

Masih dari Jember, sebanyak 153 dosen Universitas Jember (Unej) menjadi tim pemantau independen (TPI) dalam pelaksanaan UN di Kabupaten Jember.

Pembantu Rektor I Unej, Agus Subekti, menuturkan, jumlah dosen yang diperbantukan untuk menjadi TPI UN di Jember sebanyak 153 orang, dan semua dosen sudah berada di masing-masing sekolah yang ditunjuk.

"Masing-masing dosen sudah mendapatkan tugas untuk memantau di sekolah mana, sesuai dengan petunjuk Dinas Pendidikan Jember," kata Agus.

Menurut dia, jumlah dosen yang dilibatkan dalam TPI sesuai dengan kebutuhan di lapangan, karena satu dosen akan mengawasi beberapa ruang kelas UN di sekolah.

Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jember, Ahmad Sudiono, menuturkan, pengawasan yang dilakukan untuk pelaksanaan UN di Jember sangat ketat dengan bentuk pengawasan silang penuh.

"Guru di SMA swasta akan menjadi pengawas di SMA negeri, sehingga benar-benar ketat pengawasannyan, karena silang penuh," katanya menerangkan.

Ia menjelaskan, pengawas juga akan memantau siswa yang mencurigakan, apabila sering ke kamar mandi tanpa alasan yang jelas.

"Aturan pengawasan UN tahun ini lebih ketat dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga siswa harus bekerja optimal dalam mengerjakan UN," katanya menerangkan

Selain pengawas dari guru, kata dia, dinas pendidikan juga bekerja sama dengan dosen Unej untuk menjadi TPI dalam pelaksanaan UN di Jember.

"TPI akan mengawasi apakah UN di sekolah-sekolah sudah sesuai dengan prosedur atau tidak, jika ada laporan maka Dinas Pendidikan Jember akan menindaklanjuti," katanya menegaskan.

Ia menjelaskan, TPI juga memiliki tugas melakukan pemantauan terhadap distribusi soal dari masing-masing rayon ke sekolah-sekolah.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009