Magelang (ANTARA News) - Pembicaraan menyangkut isu lingkungan sebenarnya tidak terbatas kepada persoalan pemanasan global yang mengancam kehidupan manusia, tapi juga isu kelestarian air, tanah, tumbuhan dan hewan yang menjadi korban kerusakan lingkungan.

"Isu air, tanah, tumbuhan dan hewan yang menjadi korban kerusakan lingkungan kerap luput dari perhatian. Tertutup oleh Isu pemanasan global," kata pengamat film dari Program Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata, Semarang, Ahmad Fauzan Hidayatullah saat diskusi memeringati Hari Bumi tahun 2009 bertajuk "Menyelamatkan Bumi dengan Seni" di Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM), Rabu (22/4) malam.

Ia menjelaskan popularitas "global warming" terkadang mereduksi isu kerusakan lingkungan lain, sehingga isu-isu itu tidak tertangani.

Ia mengemukakan isu lingkungan menjadi menarik dan menguntungkan jika menjadi suatu "fashion" karena isu yang dianggap terlalu serius itu dapat menjadi hal yang relatif ringan dan memengaruhi masyarakat.

Namun, katanya, jika pengaruh "green fashion" menerapkan isu lingkungan, akan menjadi sampah pikiran masyarakat.

"Layaknya sebuah `fashion`, hal yang digandrungi masyarakat akan berubah seiring berubahnya tren `fashion` itu sendiri, sebagian besar korban `fashion` akan serta merta meninggalkan `fashion` yang sudah mereka anggap kuno dan beralih ke `fashion` berikutnya," katanya.

Ia menyatakan pentingnya suatu konsep atau tawaran "sustainability green fashion" melalui sistematika dan proses berkelanjutan agar suatu hal tidak dilupakan dan justru menjadi pondasi berputar yang saling mendukung antarisu.

Langkah itu, katanya, antara lain melalui diskusi, "workshop", sosialisasi, dan penyebaran berbagai selebaran mengenai isu lingkunan hidup.

Tingkat kecerdasan masyarakat sekarang yang semakin tinggi, katanya, menguntungkan para ahli dan kaum peduli lingkungan dalam melakukan kampanye pentingnya sadar akan pelestarian lingkungan.

Sebaiknya, katanya, mereka segera memanfaatkan momentum "green fashion" menjadi "sustainability green fashion" sebelum terjadi perubahan tren.

"`Fashion` merupakan alat terdekat dan tercepat untuk mengambil simpati dan mengubah pikiran masyarakat, hal apa pun jika menjadi `fashion` akan menjadi pusat perhatian berbagai lapisan masyarakat, pesohor, dan anak muda yang tergolong menomorsatukan gaya hidup. Mereka akan terseret mendengarkan isu tentang lingkungan hidup ini," katanya.

Watershed Management Specialist Environmental Service Program (ESP) USAID Regional Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sigit Widodo, mengatakan, di dunia kini muncul apa yang disebut sebagai gejala hijau.

Gejala hijau itu, katanya, antara lain terdiri dari energi hijau, ekonomi hijau, pekerjaan hijau, pendidikan hijau, perilaku hijau, dan seni hijau.

"Gejala itu muncul dalam rangka membangun keseimbangan hidup manusia dengan alam," katanya.

Pembicara lain dalam diskusi hingga Rabu (22/4) menjelang tengah malam tersebut adalah pegiat komunitas pelestari lingkungan Gunung Telomoyo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, "Mentari", Rumadi.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009