Jakarta (ANTARA) - Pengamat Sosial Universitas Indonesia Rissalwan Habdy Lubis menilai kebijakan isolasi wilayah sudah terlambat kalau saat ini dilakukan.

"Saya kira sudah terlambat ya sebetulnya, jadi kalau menurut saya seharusnya yang namanya 'lockdown' atau karantina wilayah itu dibuat ketika diumumkan ada dua orang yang positif COVID-19 pada waktu itu tanggal 2 Maret 2020," kata Rissalwan saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Seharusnya, kata dia, isolasi wilayah (lockdown) tersebut seharusnya langsung diumumkan di daerah yang teridentifikasi dua kasus pertama di Indonesia.

"Jadi harusnya seperti itu, harus langsung diumumkan di-'lockdown'!di daerah-daerah yang teridentifikasi. Kalau sekarang dibilang sudah terlambat, cuma lebih baik terlambat dari pada tidak kan," kata dia.

Baca juga: DKI hentikan layanan bus AKAP

Jikapun memberlakukan isolasi atau karantina wilayah, kata Rissalwan, pemerintah harus mempersiapkan logistik bahan pangan seluruhnya bukan hanya beras. Hal itu karena dengan mengambil kebijakan tersebut artinya dilakukan pembatasan pergerakan orang seiring tujuan pembatasan persebaran virus corona (COVID-19).

"Nah ini yang harus dipikirkan, jangan sampai ada satu daerah, yang over suplai produksi telur ini juga yang harus dipikirkan pemerintah, kan selama ini pemerintah hanya pikirkan cadangan beras saja," kata dia.

Padahal bahan pokok/kebutuhan pangan itu tidak hanya beras, tetapi harus ada karbohidrat, harus ada protein, vitamin dan mineral. "Ada sayur mayur buah buahan daging dan ikan. Artinya jangan sampai masyarakat kesulitan untuk bisa mendapatkan stok bahan pangan," kata Rissalwan.

Dia juga mengharapkan pemerintah pusat dan daerah untuk lebih tegas. Jangan hanya memberi instruksi berupa imbauan yang dilihatnya kurang kuat dalam mengarahkan masyarakat.

"Karena sebelumnya kita menganggap enteng soal COVID-19 ini. Jadi saat ini semua tingkat pemda dan pusat jangan lagi hanya mengimbau," katanya.

Baca juga: Pasien positif COVID-19 di Jakarta capai 720

"Saya apresiasi langkah pemda di Tegal lalu Papua, namun sayangnya ini dianulir oleh pusat. Jadi tolong tegas utamakan keselamatan masyarakat," kata dia.

Ketegasan, menurut dia, dibutuhkan saat ini meski disebut akan menyulitkan masyarakat dan menghantam perekonomian dengan cukup signifikan.

Hingga saat ini berdasarkan data yang diumumkan secara nasional, kasus COVID-19 yang terkonfirmasi positif ada 1.285 kasus. Dari jumlah itu, 1.107 kasus masih dalam perawatan, 64 pasien sembuh dan 114 orang meninggal dunia.

Jakarta memiliki jumlah kasus terbanyak dengan jumlah 720 kasus positif 720.
Baca juga: Sembilan warga Jakarta Barat sembuh dari COVID-19

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020