Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengingatkan agar fasilitas keuangan bagi masyarakat yang terdampak COVID-19 tidak diskriminatif.

Willy mengatakan hal itu di Jakarta, Senin, menanggapi pernyataan Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman yang mengatakan relaksasi kredit yang diumumkan Presiden Jokowi lebih diutamakan kepada masyarakat yang sudah dinyatakan sebagai pasien positif COVID-19.

Dalam arahan kebijakan yang disampaikan Presiden Jokowi, kata Willy, sama sekali tidak disebutkan pembedaan antara orang positif COVID-19 atau bukan.

Baca juga: Puan pandang perlu intervensi fiskal dalam penanganan COVID-19

"Justru Presiden dengan tegas mengatakan bahwa arahan kebijakan stimulus ekonomi tersebut karena telah mendengar keluhan dari tukang ojek, sopir taksi, dan orang-orang yang memiliki kredit," kata Willy dalam keterangan tertulisnya.

Anggota Komisi I DPR RI ini berpendapat bahwa pernyataan Fadjroel yang menyebutkan hanya kelompok masyarakat yang positif COVID-19 yang memperoleh stimulus perekonomian dari peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 mengaburkan informasi.

"Ini jubir Presiden bukan membantu menjelaskan pesan dari Presiden malah membangun kesimpulan sendiri dan mengaburkan informasi. Bahkan Peraturan OJK sendiri menyebutkan stimulus ekonomi ditujukan kepada debitur yang terkena dampak. Tidak ada yang dibedakan antara ODP, PDP atau masyarakat lainnya. Pernyataan Fadjroel keliru besar itu," kata Willy.

Baca juga: F-NasDem sarankan evaluasi strategi penanganan COVID-19

Dia menegaskan bahwa kebijakan stimulus yang dikeluarkan presiden sudah tepat untuk mempertahankan menyelamatkan ekonomi Indonesia, karena kebijakan yang disampaikan Presiden Jokowi dengan jelas menyasar semua kelompok ekonomi yang terkena dampak dari COVID-19.

Menurut dia, konsumsi dan produksi masyarakat harus dipertahankan dengan adanya stimulus ekonomi tersebut.

"Kebijakan Presiden sudah diterjemahkan dengan benar oleh OJK. Peraturan OJK memang memberi kewenangan kepada bank untuk menetapkan syarat berdasarkan analisis kualitas kredit, kualitas aset, ketepatan pembayaran, tapi tidak ada yang berdasarkan status ODP atau PDP. Itupun kalau bank membuat syarat tetap harus dilaporkan kepada OJK," tuturnya.

Baca juga: Fraksi diminta sampaikan putusan potong gaji anggota pada pimpinan DPR

Willy menyangsikan apa yang disampaikan oleh Jubir Presiden itu dengan membedakan penerima stimulus berdasarkan OPD, PDP dengan masyarakat umum.

Menurut dia, Fadjroel justru menambahkan ketentuan baru atas kebijakan Presiden dan peraturan OJK yang telah resmi.

"Kalau frase ODP dan PDP tidak ada di dalam peraturan OJK dan kebijakan umum dari Presiden. Ini berarti jubir menginterpretasi mandiri dan mengeluarkan kebijakan sendiri. Jubir 'offside' kalau begitu. Ini bisa mengacaukan penerimaan oleh bank yang dengan sukarela atas kesadarannya untuk membantu pemerintah dalam penanganan COVID-19," ujarnya.

Baca juga: Puan: DPR fokuskan kegiatan bantu atasi COVID-19

Willy berharap permasalahan kriteria penerima stimulus kredit ini selesai dengan kembali pada definisi yang tegas ada di peraturan OJK.

Perbankan dan lembaga keuangan nonbank bisa segera menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada agar masyarakat juga bisa segera menikmati dampak kebijakan dari pemerintah ini.

"Polemik PDP, ODP penerima stimulus ini saya harap berhenti di sini. Kembali saja pada peraturan OJK agar bank dan lembaga nonbank bisa segera melaporkan penerapannya dan masyarakat bisa segera menikmati dampaknya," ucapnya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020