Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung percepatan realokasi anggaran pemerintah hingga Rp425 triliun untuk mengatasi pandemi COVID-19.

"Pemerintah harus segera merealokasi anggaran dari berbagai sumber yang ada seperti pemindahan ibu kota, infrastruktur, dan paket kebijakan pariwisata ke penanganan COVID-19, seperti penyediaan APD (alat pelindung diri) untuk tenaga kesehatan dan alat uji swab bagi masyarakat," kata peneliti ICW Wana Alamsyah melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa.

Presiden Jokowi sebelumnya sudah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa pada tanggal 20 Maret 2020.

Baca juga: Presiden ingatkan tantangan baru "imported case" saat hadapi COVID-19

Inti dari inpres tersebut adalah meminta kepada menteri, kepala lembaga, dan para kepala daerah untuk fokus pada tiga hal, yaitu kesehatan masyarakat untuk mencegah penyebaran COVID-19, menerapkan social safety net (jaring pengaman sosial) dalam bentuk bantuan sosial, dan terakhir kesiapan dalam menyediakan stok pangan.

"Total anggaran yang dapat direalokasi untuk penanggulangan COVID-19 sebesar Rp425 triliun," kata Wana.

Menurut Wana, pemerintah telah mengeluarkan delapan paket kebijakan insentif stimulus pada dua sektor industri, yakni industri pariwisata dan penerbangan, untuk menangkal dampak COVID-19. Lima di antaranya insentif untuk industri pariwisata yang nilainya mencapai Rp4,7 triliun, termasuk biaya influencer.

Selain itu. terdapat juga anggaran infrastruktur senilai Rp419,2 triliun yang telah disepakati oleh Badan Anggaran DPR dan pemerintah untuk dimasukkan ke dalam APBN 2020.

Selanjutnya anggaran pemindahan ibu kota baru senilai Rp2 triliun yang juga telah ditetapkan dalam APBN 2020.

Anggaran lain yang dapat digunakan untuk penanggulangan COVID-19 bisa berasal dari seluruh tunjangan yang diberikan kepada anggota DPR dan menteri sebesar Rp270 miliar.

Baca juga: Epicentrum COVID-19 beralih, mobilitas antarnegara akan dikendalikan

Hal itu, lanjut dia, belum termasuk anggaran rapat-rapat di setiap instansi dan dinas yang tentunya tidak dimanfaatkan, kunjungan kerja, baik di dalam negeri maupun luar negeri, anggaran makan minum, dan lain sebagainya. Anggaran-anggaran tersebut dapat dialokasikan untuk pembelian APD bagi tenaga kesehatan ataupun membeli alat swab yang lebih akurat agar dapat segera dilakukan tes massal.

Bila harus melakukan karantina wilayah, anggaran tersebut dapat dialokasikan sebagai insentif bagi pekerja informal yang tidak dapat penghasilan selama wabah COVID-19 muncul dengan mekanisme bantuan langsung tunai (BLT).

Saat ini, seluruh elemen masyarakat pun sedang bergerak untuk mengumpulkan dana bagi penanggulangan COVID-19 di Indonesia melalui seluruh kanal daring.

"Sebagai pemangku tanggung jawab, apabila pemerintah tidak bisa mengambil peran utama selama wabah ini berjangkit, negara dapat dianggap gagal menjalankan konstitusi. Apalagi, jika respons yang lamban dan terkesan gamang ini telah membuat korban COVID-19 terus berjatuhan," kata Wana.

Upaya pengumpulan dana oleh masyarakat itu, menurut Wana, perlu juga diikuti dengan tindakan konkret pejabat publik lainnya, seperti anggota DPR, menteri, juga presiden dan wakil presiden.

Baca juga: WNI yang baru kembali dari luar negeri langsung berstatus ODP

"Apabila masyarakat rela untuk menyisihkan uangnya demi membantu penanggulangan wabah ini, seharusnya pejabat publik juga rela memberikan sebagian atau seluruh gajinya demi kemaslahatan rakyat," kata Wana.

Pemerintah pun harus mempercayakan penanganan COVID-19 kepada kelompok yang memang ahli di bidangnya, yaitu tenaga kesehatan agar setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah berdasarkan analisis tenaga kesehatan, bukan politik.

Pemerintah juga harus segera melakukan pendataan ke setiap orang yang pernah berinteraksi dengan pasien positif dan dilakukan tes secara massal dan memberikan informasi jumlah masyarakat yang telah dilakukan tes secara massal melalui Juru Bicara Gugus Tugas setiap hari.

Terakhir, Wana meminta agar pejabat publik harus juga turut serta dalam penanggulangan COVID-19 dengan cara mendonasikan penghasilannya.

Kasus positif COVID-19 ini sudah menyebar di 30 provinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta (698), Jawa Barat (180), Banten (128), Jawa Timur (91), Jawa Tengah (81), Sulawesi Selatan (50), Yogyakarta (18), Kalimantan Timur (17), Bali (19), Sumatera Utara (13), Papua (9), Kalimantan Tengah (7), Kepulauan Riau (3), Sumatera Barat (8), dan Lampung (8).

Selanjutnya, Kalimantan Barat (8), Sulawesi Tenggara (3), Riau (2), Nusa Tenggara Barat (2), Sulawesi Utara (2), Aceh (5), Jambi (2), Sumatera Selatan (2), Kalimantan Selatan (5), Sulawesi Tengah (3), Maluku (1), Maluku Utara (1), Kalimantan Utara (2), Papua Barat (2), Sulawesi Barat (1), Bangka Belitung (1) dan yang masih dalam proses verifikasi di lapangan 37 kasus.

Baca juga: Kemarin, Presiden minta jarak fisik lebih tegas hingga kasus COVID-19

Berdasarkan data dari situs Worldometers, hingga Selasa (31/3) siang terkonfirmasi di dunia ada 785.777 orang yang terinfeksi virus corona dengan 37.815 kematian dan 165.607 orang yang dinyatakan sembuh. Kasus di Amerika Serikat mencapai 164.253 kasus, di Italia 101.739 kasus, di Spanyol 87.956 kasus, di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebanyak 81.518 kasus, dan di Jerman 66.885 kasus.

Jumlah kematian tertinggi bahkan saat ini terjadi di Italia yaitu sebanyak 11.591 orang, disusul Spanyol 7.716 orang, di RRT 3.305 orang, di Prancis 3.024 orang, dan di Iran sebanyak 2.757 orang. Saat ini sudah ada lebih dari 186 negara yang mengonfirmasi kasus positif COVID-19 di negaranya.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020