Jakarta (ANTARA) - Anggota Fraksi PAN DPR RI Intan Fauzi menilai pemerintah perlu segera membuat kebijakan-kebijakan jaring pengaman sosial atau "Social Safety Net" yang diberikan kepada semua kelompok masyarakat terpapar pandemi COVID-19.

Menurut dia, diperlukan satu basis data yang akurat atas masyarakat yang terdampak baik secara kesehatan maupun secara ekonomi.

Baca juga: Presiden umumkan enam program jaring pengaman sosial atasi COVID-19

Baca juga: Hadapi corona, Pemkab Purbalingga siapkan skema jaring pengaman sosial

Baca juga: Mensos usulkan perluasan penerima bansos di daerah penularan COVID-19


"Pola bantuannya, disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) maupun dalam bentuk bantuan non tunai lainnya," kata Intan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Langkah itu menurut dia agar semua kelompok masyarakat bisa terbantu, prioritas utama kepada pekerja non-formal seperti pedagang gerobak keliling, kuli bangunan harian, sopir ojek maupun angkot, dan semua profesi informal lainnya.

Dia mengatakan apalagi sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri sehingga masyarakat merindukan berpuasa Ramadhan dan Idul Fitri tanpa "hantu" COVID -19, dengan harapan rantai penyebaran virus terhenti.

"Intinya semua upaya harus kita lakukan untuk menyelamatkan kehidupan warga negara dan perekonomian nasional. Keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi, prinsip dasar salus populi suprema lex," ujarnya.

Menurut anggota Komisi IX DPR RI itu, masyarakat harus bersatu menyelamatkan bangsa Indonesia dengan menetapkan kebijakan yang tepat dengan cara baik dan benar untuk penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia.

Selain itu Intan mengatakan, apabila kebijakan karantina wilayah dilakukan maka negara harus menjamin keberlangsungan ekonomi kelompok rentan.

"Pasal 55 UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan menyebutkan bahwa selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah," ujarnya.

Menurut dia, Penggunaan Bagian Anggaran 999 dari APBN 2020 adalah relevan dilakukan untuk menyusul apabila diputuskan kebijakan Karantina Wilayah tersebut.

Menurut dia, kebijakan karantina wilayah merupakan pilihan sulit namun jika trend rasio kematian atau "death rate" akibat COVID-19 di Indonesia terus naik, maka harga yang harus kita bayar sangat besar sekali, korban nyawa dan dampak ekonomi yang makin terpuruk.

"Dengan demikian, kebijakan signifikan dan ekstrem menjadi pilihan untuk dapat menghentikan outflow dari daerah-daerah zona merah ke zona kuning/hijau," katanya.

Dia menilai karantina wilayah untuk menghentikan persebaran COVID-19 menjadi alternatif utama, namun misi penyelamatan nyawa manusia tidak bisa ditawar, harus menjadi komitmen bersama.

Selain itu dia menilai, dukungan dari segi peraturan terkait anggaran penanganan COVID-19 sudah dikeluarkan yaitu Keputusan Menteri Keuangan No.6/2020 tentang DAK fisik bidang kesehatan dan dana bantuan dana operasional kesehatan.

"Juga Dana Siap Pakai di BNPB, dana yang tersedia dan dicadangkan oleh pemerintah untuk digunakan pada saat tanggap darurat bencana sampai dengan batas waktu tanggap darurat berakhir yaitu sampai 29 Mei 2020, berdasarkan Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A Tahun 2020 tentang Perpanjangan masa darurat bencana COVID-19," katanya.

Intan juga menilai perlu prioritas anggaran negara sehingga secara matematis kita memiliki ruang pembiayaan yang cukup, karena itu realokasi APBN Tahun 2020 untuk melaksanakan kebijakan pengendalian COVID-19 diperlukan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020