Jakarta (ANTARA) - Sekitar lima sampai 25 juta lapangan kerja di seluruh dunia diperkirakan berhenti sementara dan pendapatan buruh di tingkatan global senilai 860 miliar dolar AS sampai 3,4 triliun dolar AS kemungkinan hilang akibat pandemi COVID-19, demikian laporan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) sebagaimana dirangkum dalam laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), wiraswasta, dan para pekerja harian jadi kelompok yang terdampak paling parah," tulis laporan berjudul Shared responsibility: responding to socio-economic impact of COVID-19 yang diluncurkan oleh Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, Selasa (31/3).

Menurut laporan itu, pandemi COVID-19 membuat sejumlah sektor usaha terpuruk, di antaranya transportasi, ritel, pariwisata dan hiburan. Tidak hanya itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi global pun ikut terdampak oleh penyebaran virus.

Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) memperkirakan pandemi mempengaruhi turunnya dana investasi asing langsung di tingkat dunia sebanyak 30 persen sampai 40 persen, demikian tulis laporan tersebut.

Sementara itu, Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) mencatat penurunan kunjungan wisatawan di tingkat global mencapai 20 sampai 30 persen.

Laporan dampak sosial dan ekonomi akibat COVID-19 PBB itu sejalan dengan pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyebut dunia kemungkinan akan menghadapi resesi ekonomi yang lebih parah dari krisis keuangan 2009.

Oleh karena itu, Sekjen PBB Guterres menyerukan kepada negara-negara mitra untuk menguatkan solidaritas, khususnya kepada negara-negara maju agar membantu negara berkembang dan berpenghasilan rendah menguatkan sistem layanan kesehatannya.

"COVID-19 merupakan ujian terbesar yang kita hadapi bersama sejak PBB dibentuk," kata Guterres dalam pidatonya, Selasa, sebagaimana dipantau, Rabu.

"Krisis kemanusiaan ini membutuhkan aksi penanggulangan yang terkoordinasi, tepat sasaran, inklusif (merangkul semua kalangan, red), dan inovatif dari negara-negara dengan perekonomian yang unggul demi membantu negara-negara miskin dan kelompok rentan," terang Guterres.

Salah satu langkah yang telah dijalankan PBB, ia menyebutkan, membuat Dana Penanggulangan dan Pemulihan COVID-19 (COVID-19 Response and Recovery Fund) yang ditujukan untuk membantu negara berpendapatan rendah dan menengah.

"Koordinator PBB di masing-masing negara akan menjadi penanggung jawab penggunaan dana itu di lapangan demi memastikan aset tersebut digunakan dengan efektif dan efisien untuk menanggulangi pandemi COVID-19," ujar dia.

COVID-19 mewabah pertama kali di Kota Wuhan pada akhir tahun lalu dan sampai saat ini penyakit itu telah menjangkit warga di lebih dari 200 negara dan wilayah.

Menurut catatan Worldometers, laman penyedia data statistik independen, per Rabu (1/4), jumlah pasien positif COVID-19 di dunia mencapai 858.892 jiwa dan 42.158 di antaranya meninggal dunia, sementara pasien sembuh ada 178.100 orang.

Amerika Serikat jadi negara dengan pasien COVID-19 terbanyak yang jumlahnya mencapai 188.578 jiwa, disusul oleh Italia 105.792 jiwa, Spanyol 95.932, China 81.518, Jerman 71.808, Prancis 52.128, Iran 44.605, Inggris 25.150, Swiss 16.605, Turki 13.531, Belgia 12.775, Belanda 12.595, Austria 10.180, dan Korea Selatan 9.887.

Baca juga: Krisis COVID-19, PBB ingatkan negara lindungi masyarakat miskin, UMKM
Baca juga: COVID-19 jadi pandemi, Sekjen PBB minta kelompok rentan diperhatikan
Baca juga: PBB sebut 10 persen PDB dunia perlu dialokasikan untuk COVID-19

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020