Banda Aceh (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh tidak akan mencabut laporan terhadap Menteri Kehutanan, MS Kaban ke Mabes Polri terkait izin pembangunan jalan Keude Trumon-Buluseuma di kawasan Suaka Marga Rawa Singkil, Kabupaten Aceh Selatan.

"Kami tidak akan mencabut laporan tersebut. Kalaupun kemarin kami menyatakan akan mencabut itu karena adanya intimidasi dari kalangan tertentu," kata Direktur WALHI Aceh, Bambang Antariksa saat dikonfirmasi di Banda Aceh, Sabtu.

WALHI Aceh sangat menyayangkan dan kecewa dengan diskusi multi pihak tindak lanjut pembangunan ruas jalan Keude Trumon Buloh Seuma dan Kuala Baru- Singkil yang berlangsung di aula serba guna kantor Gubernur Aceh pada Jumat (1/5).

Diskusi tersebut berubah menjadi ajang penghakiman atas sikap WALHI Aceh yang melaporkan Menteri Kehutanan MS. Kaban ke Mabes POLRI, bukan sebagaimana agenda undangan yang diterima oleh WALHI Aceh.

Diskusi yang seharusnya mencari jalan keluar atas upaya pemerintah dalam melaksanakan pembangunan ruas jalan Keude Trumon Buloh Seuma tidak berjalan sesuai dengan harapan, bahkan menjadi ajang intimidasi dan pemaksaan kehendak oleh segelintir pihak untuk pencabutan laporan WALHI Aceh tersebut.

WALHI Aceh melaporkan Menhut MS Kaban ke Mabes Polri yang diduga melanggar hukum yakni Undang-undang No 26/2007 tentang penataan ruang Jo. PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, serta UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Manajer Penguatan Kelembagaan WALHI Aceh, Abdillah yang mengahdiri diskusi tersebut mengatakan, diskusi itu sarat rekayasa, karena secara tiba-tiba ruangan dipenuhi oleh orang-orang yang tidak terdaftar sesuai undangan yang diterima WALHI Aceh.

Padahal dalam undangan yang diterima WALHI Aceh hanya terdapat 16 instansi saja. Kondisi ini menyebabkan aktivis WALHI Aceh yang mengikuti acara diskusi tersebut merasa tidak nyaman serta tidak memiliki ruang untuk mengajukan argumentasi serta solusi penyelesaian persoalan tersebut.

Bahkan dalam forum tersebut, sangat terlihat ada pihak yang melakukan upaya provokasi terhadap massa yang hadir, dan hal tersebut memicu emosi massa untuk terus mengintimidasi aktivis WALHI Aceh untuk mencabut laporannya terhadap Menhut di Mabes POLRI.

Bambang menyatakan, melihat perkembangan yang terjadi pada saat diskusi multi pihak di kantor Gubernur Aceh itu tampak sekali ada pihak-pihak yang sangat membela kepentingan Menhut di Aceh.

Perlu dijelaskan juga bahwa laporan WALHI Aceh di Mabes POLRI atas dugaan tindak pidana pelanggaran UU No. 26/2007 dan PP No. 26/2008 bukan merupakan delik aduan.

Artinya ada atau tidaknya laporan pidana yang disampaikan oleh WALHI Aceh, sepanjang ada unsur perbuatan melawan hukum didalamnya, aparat penegak hukum sudah dapat melakukan penindakan hukum. Laporan WALHI Aceh semata-mata karena tidak ingin proses pembangunan atau kebijakan yang diambil oleh pejabat pemerintah dilakukan dengan melawan hukum, dan ini kewajiban siapapun di negara ini untuk saling mengingatkan, ujarnya.

Untuk penyelesaian masalah jalan yang memotong kawasan hutan di Aceh, WALHI Aceh mengusulkan untuk dibentuk tim verifikasi yang di SK-kan oleh Gubernur Aceh yang melibatkan unsur Pemda, akademisi, aparat penegak hukum, media dan LSM.

Tim yang dibentuk ini nantinya akan melakukan kajian dari aspek hukum, sosial, ekonomi, budaya dan analisis pengurangan resiko bencana, di setiap ruas jalan yang akan dibangun oleh pemerintah di Provinsi Aceh.

Hasil kajian tim inilah yang dijadikan dasar pengambilkan keputusan oleh Gubernur Aceh untuk pembangunan jalan di Aceh, kata Bambang Antariksa.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009