Jakarta (ANTARA) - Politisi Partai NasDem, Willy Aditya mendesak agar Gugus Tugas Penanganan COVID-19 mengambil alih pengusulan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Jabodetabek.

"Ini biar cepat dan tidak bertele-tele. Ini kondisi luar biasa, maka penanganannya juga harus tidak biasa. Virus itu menginfeksi tubuh manusia dengan proses yang cepat, maka harus diimbangi juga dengan pola penanganan yang cepat pula," kata Willy, di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Presiden minta Menteri Kesehatan segera rampungkan aturan PSBB daerah

Baca juga: KSP: PP PSBB harus dijalankan secara konsisten

Baca juga: Pemda DIY masih kaji PP Pembatasan Sosial Berskala Besar


Menurut dia, dua hari Peraturan Pemerintah tentang PSBB dikeluarkan oleh Presiden Jokowi. Namun hingga saat ini belum terlihat sama sekali bentuk pelaksanaannya.

Padahal, lanjut dia, publik sudah banyak bertanya seperti apa wujud pelaksanaan dari PSBB.

“Ini katanya pemerintah mau cepat mengatasi corona, tapi sudah dua hari belum juga ada tanda-tanda pelaksanaannya," kata Anggota Komisi I DPR RI ini.

Willy tidak habis pikir dengan gerak dan kepaduan antara pemerintah pusat dan daerah. Mestinya, sejak PSBB ditandatangani oleh presiden, pejabat yang berwenang bergerak cepat menyusun langkah-langkah apa yang akan dilakukan menyusul keluarnya PP PSBB.

Namun hingga saat ini belum mendengar rencana apapun dari para kepala daerah terkait PSBB ini. Sementara Menteri Kesehatan sebagai pejabat yang memberi persetujuan juga tidak kelihatan gerak langkahnya, tuturnya.

"Sementara virus terus mengancam keselamatan kita semua setiap waktu, terutama kalangan rentan. Kita masih belum di puncak pandemi. Kalau begini terus polanya, paling cepat akhir awal September wabah ini baru akan berakhir," kata Willy.

Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem ini melihat ego sektoral dan masalah adminitrasi lembaga pemerintahan masih menjadi biang masalah. Baik ego kementerian maupun ego antara pemerintah pusat dan daerah.

Di sisi administrasi, kerja sama di antara lembaga-lembaga tersebut menjadi tidak padu. Akhirnya sebuah kebijakan yang sudah diambil selalu terkendala di sisi implementasi.

"Ini diperparah dengan birokrasi kita yang dikenal bertele-tele," jelasnya.

Willy mencontohkan soal pelarangan angkutan umum lewat surat edaran dari Kemenhub kemarin. Namun dalam kenyataannya hal tersebut belum bisa dieksekusi karena bergantung pada keputusan seorang kepala daerah.

Keputusan kepala daerah dalam menerapkan kondisi PSBB harus mendapat izin dari pihak berwenang yang dalam hal ini adalah Menteri Kesehatan.

"Jadi, berputar-putar seperti lingkaran setan akhirnya. Bagaimana kita bisa cepat jika begini modelnya," tandasnya.

Baca juga: KSP: Kriteria PSBB terkait COVID-19 di daerah tidak sederhana

Baca juga: Wapres: PSBB dan Karantina Wilayah Terbatas efektif atasi COVID-19

Baca juga: Pakar sebut PSBB harus diikuti gerak cepat semua elemen masyarakat


Ia menambahkan, tugas negara itu melindungi dan melayani warganya. Dan itu harus diterjemahkan lewat keputusan dan kebijakan politik dari para aparat pelaksananya, yakni pemerintah.

"Kalau seperti ini terus bagaimana bisa disebut melindungi dan melayani?" tambahnya menegaskan.

Desakan Willy mengacu pada penjelasan dari Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro terkait mekanisme penerapan kebijakan PSBB.

Dijelaskan oleh Juri, selain kepala daerah, Gugus Tugas Penanganan COVID-19 juga bisa mengusulkan penerapan PSBB di suatu wilayah tertentu, lewat kepala gugus tugas. PSBB bisa dijalankan setelah mendapat persetujuan dari menteri kesehatan.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020