Saat ini komoditas pertanian, seperti sayuran dan hortikultura, yang diproduksi petani serapan pasarnya rendah karena berkurangnya pedagang pengumpul yang selama ini membeli produk pertanian dari petani dan mensuplai ke pasar-pasar dan industri.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dinilai perlu mengoptimalkan peran Bulog dan BUMN terkait menjadi off-taker komoditas pertanian untuk menjamin ketersediaan pangan nasional dan menyerap produk pertanian yang dihasilkan petani.

Ketua Umum Arus Baru Indonesia (ARBI) Lukmanul Hakim di Jakarta, Kamis, menyatakan, kebijakan ini juga untuk menjaga pendapatan jutaan petani Indonesia yang saat ini mengalami kelesuan pasar akibat dampak pandemi COVID-19.

Saat ini komoditas pertanian, seperti sayuran dan hortikultura, yang diproduksi petani serapan pasarnya rendah karena berkurangnya pedagang pengumpul yang selama ini membeli produk pertanian dari petani dan mensuplai ke pasar-pasar dan industri.

"Oleh karena itu pemerintah perlu mengoptimalkan peran Bulog dan BUMN untuk ketersediaan pangan dan menjadi off-taker produk hasil pertanian,”ujar Lukmanul Hakim yang juga Staf Khusus Wakil Presiden RI itu melalui keterangan tertulis.

Baca juga: Bulog pastikan mampu penuhi lonjakan kebutuhan pangan

Sebelumnya digelar Focus Group Discussion (FGD) Online Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Ekonomi & Keuangan bersama Tim Ekonomi Kerakyatan Arus Baru Indonesia (ARBI) yang diselenggarakan melalui webinar.

FGD Online mengusung tema: “Strategi Efektivitas Implementasi Stimulus Ekonomi Dampak Covid-19” yang menghadirkan sejumlah nara sumber.

Sementara itu Dirut PTPN 8 Wahyu mengingatkan perlunya ketersediaan pangan yang cukup di masa pandemi COVID-19 ini.

"Setidaknya, memiliki cadangan cukup beras dan kebutuhan pokok lainnya untuk 3-6 bulan ke depan," katanya.

Menurut data informasi lapangan, stok beras saat ini di Bulog sekitar 1,4 juta ton, sementara kebutuhan beras rata-rata sektiar 2,5 juta ton – 3 juta ton per bulan.

Cadangan beras diharapkan bertambah dengan masa musim tanam bulan April 2020, namun, menurut Wahyu, perlu diantisipasi karena panen Masa Tanam I ini diperkirakan produksi gabah turun hingga 50 persen.

"Penurunan produksi padi ini akibat keterlambatan mulai menanam karena iklim dan cuaca yang kurang mendukung. Keterlambatan masa tanam tersebut berdampak pada meningkatnya hama, salah satunya tikus," katanya.

Pakar pertanian Prof Dr Muhammad Syakir menambahkan, selain cadangan beras di Bulog, saat ini stok beras di penggilingan besar sekitar 1,2 juta ton, dan stok beras di pasar induk sekitar 26 ribu ton.

"Total cadangan beras saat ini diperkirakan sekitar 3,6 juta ton. Sementara konsumsi beras rata-rata per bulan sekitar 2,5 juta – 3 juta ton,"ujarnya .

Baca juga: Kemendag tugaskan Bulog jaga ketersediaan beras dan daging

Pantauan lapangan di produksi padi petani turun dari rata-rata sekitar 5-6 ton per hektare menjadi 3-3,5 ton per hektare.

Solusinya, pascapanen diharapkan masyarakat dapat melanjutkan penanam padi untuk menjaga produksi nasional, dengan meningkatkan dukungan pemerintah terkait penyediaan air, irigasi, dan pendukung lainnya.

Meski persediaan beras terbatas, Lukmanul Hakim menambahkan namun tidak merekomendasikan impor beras untuk saat jangka pendek ini, karena berdasarkan pengalaman, proses impor juga membutuhkan waktu, realisasinya bisa 2-3 bulan kemudian.

Sementara impor komoditas lainnya seperti gula pasir, bawang bombay, dapat dipertimbangkan.

“Saat ini dibutuhkan pendataan stok pangan dari berbagai pihak untuk memperoleh data yang akurat,"kata Lukmanul Hakim.

Baca juga: Balitbangtan kawal produktivitas pangan di tengah wabah corona


 

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020