provinsi lain yang meminta bantuan limbahnya untuk diolah dapat dibantu di sini
Bandung (ANTARA) - Pemprov Jawa Barat melalui PT Jasa Medivest, mulai April 2020, meningkatkan kapasitas penanganan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) infeksius dari 12 ton per hari menjadi 24 ton per hari untuk antisipasi lonjakan limbah medis.

PT Jasa Medivest (Jamed) merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jasa Sarana yang fokus dalam pengelolaan limbah medis, berlokasi di kawasan Dawuan, Kabupaten Karawang.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Bandung, Jumat, menuturkan, Jamed yang mempunyai fasilitas canggih pengelolaan limbah medis dapat menjadi solusi bagi penanggulangan limbah COVID-19 untuk provinsi lainnya.

“Dalam situasi pandemi COVID-19 berdampak pada peningkatan limbah medis. Jasa Medivest dapat mendukung manajemen penanggulangan mulai dari hulu sampai hilir. Kapasitas pengelolaan telah ditingkatkan. Bagi provinsi lain yang meminta bantuan limbahnya untuk diolah dapat dibantu di sini,” kata Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.

Baca juga: Pakar: Perlakukan limbah medis pasien COVID-19 dengan hati-hati
Baca juga: Pakar lihat kenaikan tren plastik sekali pakai saat wabah COVID-19


Adapun limbah medis merupakan segala jenis sampah yang mengandung bahan infeksius (atau bahan yang berpotensi infeksius), berasal dari fasilitas kesehatan seperti tempat praktik dokter, rumah sakit, praktik gigi, laboratorium, fasilitas penelitian medis, serta klinik hewan.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, total terdapat 2.820 rumah sakit, 9.825 puskesmas, dan 7.641 klinik di Indonesia. Timbunan sampah medis bisa mencapai 296,86 ton per hari yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang tersebar di Indonesia. Sementara kapasitas pengolahan yang ada hanya 115,68 ton per hari.

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA), Lina Tri Mugi Astuti menyebutkan, rata-rata pasien menyumbang 14,3 kilogram limbah medis per hari.

Dengan asumsi ada 600.000 orang yang dirawat di Indonesia, maka penambahan limbah B3 bakal mencapai 8.500 ton per hari.

Secara terpisah Direktur Jasa Medivest Olivia Allan mengatakan, peningkatan kapasitas pemusnahan limbah medis menjadi 24 ton per hari ini dengan mengoperasikan dua mesin.

Pemusnahan menggunakan insinerator berbasis teknologi “Stepped Heart Controlled Air” dengan dua proses pembakaran bersuhu 1.000-1.200 derajat celsius, dilengkapi pula alat kontrol polusi udara.

Baca juga: PERSI ingatkan risiko pemanfaatan ilegal limbah medis COVID-19
Baca juga: RS berinsinerator diharapkan bantu faskes lain kurangi limbah medis


Mesin pembakaran mampu menetralkan emisi gas buang seperti partikel-partikel, acid gas, toxic metal, organic compound, CO, dioxin dan furan, sehingga gas buang yang dikeluarkan dapat memenuhi parameter standar baku emisi internasional.

“Dalam kejadian bencana akan ada korelasi dengan peningkatan limbah medis, biasanya dari korban atau pasien. Sampah medis umumnya masker dan sarung tangan. Namun dengan pandemi COVID-19, limbah medis bertambah dari tenaga medis, seperti dari alat penyelamat kesehatan, salah satunya alat pelindung diri (APD). Jumlahnya sangat banyak karena sekali pakai,” kata Olivia.

China yang telah melewati fase puncak COVID-19, volume limbah medisnya mencapai 182.000 ton sejak akhir Januari.

Baca juga: Limbah medis Pekanbaru selama 2019 capai 502 ton
Baca juga: Limbah medis di Padang capai 250 ton per tahun


Olivia menekankan, ribuan ton limbah medis penyakit infeksi menular dari SARS-CoV-2, virus korona jenis baru ini tak bisa ditangani dengan cara biasa. Sampah medis ini harus cepat dimusnahkan karena dapat berdampak terhadap lingkungan hidup, kesehatan dan keberlangsungan hidup manusia, serta mahluk hidup lainnya.

“Pemusnahan selain untuk menghindari potensi infeksi, juga terdapat risiko dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab yang ingin mencari untung. Sampah rumah tangga saja kalau tidak dimusnahkan dapat menjadi sarang penyakit, apalagi ini dari virus penyakit menular,” ujarnya.

Olivia menyinggung pula, menghadapi pandemi COVID-19 yang merupakan fenomena baru, pengelolaan menggunakan standar operasional prosedur (SOP) khusus, disertai dengan langkah-langkah disinfeksi ketat.

Menurut dia, Jamed telah melayani pemusnahan limbah medis dari sejumlah wilayah di luar Jabar, di antaranya DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Baca juga: Ahli lingkungan peringatkan penambahan masif limbah medis COVID-19
Baca juga: Biaya kelola limbah medis Surabaya sampai Rp1 miliar per tahun
Baca juga: Buang limbah medis di tempat umum itu kejahatan


 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020