Samarinda (ANTARA) - Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia (KMSI) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang merupakan gabungan empat organisasi kemasyarakatan, meminta DPR RI menunda pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu bara (Minerba).







Empat organisasi kemasyarakatan yang meminta penundaan itu adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Forum Himpunan Kelompok Kerja 30 (FH Pokja 30) Kaltim, dan LBH Samarinda.







"Seharusnya DPR membatalkan pembahasan dan pengesahan RUU Pertambangan Minerba, jangan manfaatkan situasi seperti saat ini, harus fokus selamatkan rakyat dari pandemi COVID-19," ujar Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang dalam konferensi pers virtual di Samarinda, Minggu.

Baca juga: Menteri ESDM minta RUU Minerba memenuhi lima prinsip dasar







Seharusnya seluruh elemen bangsa fokus pada penanganan COVID-19, termasuk Komisi 7 DPR RI, karena saat ini yang dibutuhkan publik adalah bagaimana DPR dapat memastikan perlindungan bagi masyarakat miskin dan marjinal yang terdampak pandemi COVID-19.







Misalnya, katanya, memastikan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM), ketersediaan gas elpiji, termasuk perlu adanya distribusi LPG 3 kg gratis untuk masyarakat miskin terdampak dan rentan, terutama bagi warga di wilayah terdampak pertambangan selama ini.







Pradarma Rupang juga menuturkan bahwa secara proses, pembahasan RUU Minerba di Komisi VII DPR sangat tertutup dan minim partisipasi publik, pembahasan di Panja juga demikian.

Baca juga: Anggota Ombudsman RI ini minta DPR RI kaji lagi draf RUU Minerba







Keterlibatan publik sangat minim dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU), dialog-dialog publik, maupun forum resmi lainnya yang dilakukan Panja RUU Minerba dengan mengundang pihak terkait.







"Pihak terkait itu khususnya masyarakat terdampak di sekitar tambang, pemerintah daerah penghasil SDA, akademisi, pemerhati energi, organisasi masyarakat sipil, pemerintah daerah dan lainnya. Termasuk keterlibatan DPD dalam pembahasan RUU yang berkaitan dengan SDA sangat minim," katanya.







Ia menuturkan, berdasarkan informasi yang diterima publik, Panja RUU Minerba telah menyelesaikan pembahasan 938 daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Minerba dalam sidang-sidang tertutup di waktu beberapa hari saja.







“Pertanyaannya, dimana transparansi dan partisipasi publik sebagaimana yang disyaratkan dalam UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan? Minimnya aspirasi dan kontrol publik di masa pendemi COVID-19 ini dapat menimbulkan kecurigaan yang bisa saja hanya untuk kepentingan segelintir orang,” katanya.

Baca juga: Anggota DPR ingin hilirisasi tambang diatur di RUU Minerba







Komisi VII DPR, lanjutnya, tidak boleh memanfaatkan masa pandemi COVID-19, untuk mengesahkan RUU Minerba, karena perhatian masyarakat saat ini tertuju untuk penanganan COVID-19.



Pewarta: M.Ghofar
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020