Pekerja migran yang baru kembali ke Tanah Air ini termasuk golongan yang rentan, baik secara kesehatan maupun keuangan
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menginginkan adanya skema bantuan finansial khusus untuk para pekerja migran yang baru kembali ke Tanah Air, yang terimbas dampak pandemi COVID-19.

"Pekerja migran yang baru kembali ke Tanah Air ini termasuk golongan yang rentan, baik secara kesehatan maupun keuangan," kata Pingkan Audrine Kosijungan di Jakarta, Senin.

Untuk itu, ujarnya, kalangan pekerja migran tersebut juga perlu mendapatkan penanganan secara kesehatan serta juga secara finansial agar mereka tetap bisa berdaya secara ekonomi.

Selain mempertimbangkan untuk membuat skema bantuan, masih menurut dia, pemerintah juga dapat mengintegrasikan mereka ke dalam skema bantuan yang saat ini tengah diupayakan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi sebagai dampak dari penyebaran COVID-19.

Perlu diingat, lanjutnya, untuk saat ini para pekerja migran kita belum dimasukkan ke dalam daftar penerima kartu prakerja yang juga disiapkan untuk membantu pihak-pihak yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.

Melansir data yang dikeluarkan oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), setidaknya terdapat arus balik dari pekerja migran yang berasal dari 85 negara penempatan yang jumlahnya mencapai 33.503 orang per 29 Maret 2020.

Angka itu diproyeksikan akan mencapai lebih dari 37.000 dengan memperhitungkan data pekerja migran yang akan habis masa kontrak kerjanya dalam waktu dekat.

Meningkatnya jumlah negara-negara yang terjangkit COVID-19 juga berimbas pada keberlanjutan hidup para pekerja migran Indonesia di negara-negara penempatan. Secara bergelombang, mereka kembali ke Indonesia dikarenakan adanya pemberlakuan karantina oleh negara tempat mereka bekerja.

Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tetap menjamin hak-hak pekerja konstruksi di tengah wabah Covid-19 yang melanda Indonesia.

Langkah pencegahan COVID-19 telah dilaksanakan Kementerian PUPR salah satunya dengan dikeluarkannya Instruksi Menteri (Inmen) No 02/IN/M/2020 tentang Protokol Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang ditandatangani pada 27 Maret 2020.

Poin-poin penting diinstruksikan oleh Menteri PUPR dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di tengah merebaknya Virus COVID-19 yakni penyelenggaraan jasa konstruksi dapat diberhentikan sementara akibat keadaan kahar jika teridentifikasi memiliki risiko tinggi akibat lokasi proyek berada di pusat sebaran; telah ditemukan pekerja yang positif dan/atau berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP); atau pimpinan Kementerian/Lembaga/Instansi/Kepala Daerah telah mengeluarkan peraturan untuk menghentikan kegiatan sementara akibat keadaan kahar.

Dalam keterangan tersebut, adapun terkait pelaksanaan pemberhentian pekerjaan sementara tersebut harus mengacu pada Mekanisme Penghentian Pekerjaan Sementara yang terdapat pada Lampiran Tindak Lanjut terhadap Kontrak Penyelenggaraan Jasa Konstruksi pada Inmen PUPR.

Penghentian sementara tidak melepaskan hak dan kewajiban Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa terhadap kompensasi biaya upah tenaga kerja konstruksi, subkontraktor, produsen dan pemasok yang terlibat. Artinya, upah tenaga kerja konstruksi tetap dibayarkan.

Hal tersebut dimaksudkan untuk tetap melindungi hak-hak dan kewajiban para pihak dengan tetap memperhatikan upaya pencegahan dan penanganan COVID-19 di Tanah Air.


Baca juga: Pemerintah diminta perhatikan pekerja migran Indonesia di Malaysia
Baca juga: Penempatan PMI ke negara terdampak COVID-19 bakal dihentikan sementara

Baca juga: Wapres: Pekerja migran dari Malaysia akan diawasi ketat
 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020