Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah mengatakan bahwa operator seluler, termasuk penyedia jasa internet, telah mengeluarkan Rp3 triliun selama pandemi COVID-19.

"Kira-kira value yang sudah kita berikan itu nilainya hampir Rp3 triliun, Rp2 triliun di antaranya itu di Telkom Group, Telkom dan Telkomsel, jadi suatu jumlah yang cukup besar," ujar Ririek dalam diskusi TIK-Talk bersama Wantiknas secara daring, Kamis.

Baca juga: Dampak COVID-19, pola kerja dari rumah bakal lebih lumrah

Baca juga: Zoom dituntut karena masalah keamanan sebabkan saham anjlok


Angka tersebut, menurut Ririek dikeluarkan untuk sejumlah hal, termasuk paket khusus yang diinisiasi para operator seluler bersama platform edukasi, untuk membantu pelajar atau mahasiswa ketika harus belajar dari rumah.

Selain itu, dari sisi network, dengan adanya kebijakan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah ini, menurut Ririek, membuat pola pemakaian masyarakat dalam telekomunikasi berubah, yang tadinya lebih padat di perkantoran, kini menjadi di perumahan.

"Kami di operator harus melakukan penyesuaian, karena dari trafiknya itu bergeser, maka network kami kapasitasnya itu harus kita sesuaikan, jadi di sini kami harus ada investasi baru, investasi tambahan, juga ada biaya operasional yang kami keluarkan," kata Ririek.

Baca juga: Jaringan internet terkendali selama WFH

Selanjutnya, selain penyesuaian jaringan, Ririek mengatakan operator juga harus menyesuaikan layanan. Dengan kebijakan pemerintah untuk memutus rantai penyebaran COVID-19, banyak gerai layanan yang harus tutup. Sehingga, operator juga harus memberikan layanan tambahan, termasuk layanan pengiriman SIM card ke rumah.

Lebih lanjut, Ririek menjelaskan, secara umum, industri telko akan sehat jika memenuhi tiga hal. Pertama, harga layanan harus terjangkau, artinya mampu dibeli oleh masyarakat. Kedua, pelaku dalam hal ini operator juga harus berkelanjutan, harus bisa bertahan.

"Kalau harganya murah dan terlalu murah bisa membuat operator tidak sustain. Dan, kalau operator enggak sustain, sebenarnya bagi masyarakat pun dampaknya buruk. Karena kalau operatornya tidak bertahan dan tidak beroperasi, yang akan rugi masyarakat juga," ujar dia.

Ketiga, layanan telko harus tersedia secara merata bagi masyarakat di mana pun berada. Saat ini, lanjut Ririek, 95 persen populasi di Indonesia sudah terjangkau layanan 4G.

"Sehingga sebenarnya secara konektivitas tidak ada hambatan untuk melakukan itu semua, di layanan fixed broadband juga semakin luas, jadi homes passed kita sudah lebih dari 20 juta, bahkan 30 juta saat ini, dari sekitar 65 juta jumlah di Indonesia," kata dia.

Operator perlu insentif

Untuk dapat membantu masyarakat yang merasa berat dalam pengeluaran untuk paket data, tidak adil, menurut Ririek untuk semua beban diserahkan kepada operator seluler.

"Kami sudah mengeluarkan cukup besar angkanya, dan saya khawatir operatornya tidak sustain, dan tidak bisa menjaga kualitas layanan atau ketersediaan layanan," ujar dia.

Sejumlah opsi diungkapkan Ririek, termasuk mempertimbangkan untuk mengalihkan sebagian dana operasi sekolah atau kampus untuk mensubsidi pembelian paket data bagi sebagian kelompok perlu dibantu.

Baca juga: Trafik layanan data Telkomsel naik 16 persen selama WFH

"Barangkali ada subsidi pemerintah yang selama ini diberikan untuk sekolah atau kampus yang tidak terpakai karena sekolah tidak berfungsi secara normal, bisa dialihkan untuk bantuan seperti ini," kata Ririek.

Ririek juga melihat perlunya keringanan pungutan bagi operator seluler, biaya pungutan spektrum misalnya, sehingga dapat membantu operator seluler kita harus membantu masyarakat.

Sementara itu, dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Ririek juga meminta agar teknisi dimungkinkan untuk tetap bekerja di lapangan untuk menggelar network maupun perbaikan network, sehingga layanan dapat dihadirkan secara maksimal.

Khusus untuk pelaksanaan kebijakan belajar dari rumah, Ririek meminta dukungan sekolah/kampus untuk menyiapkan keamanan TI, karena paket-paket khusus membuat ekspos terhadap risiko kebocoran data menjadi lebih besar.

Selain layanan dari operator, Ririek juga meminta kesiapan kampus untuk memungkinkan platformnya bisa diakses bersamaan oleh para murid dan mahasiswa. "Itu juga harus dijaga, sehingga kita juga bisa memberikan experience yang terbaik untuk para murid dan mahasiswa yang terpaksa harus kuliah lewat broadband ini," ujar dia.

Baca juga: Praktisi ingatkan antisipasi penggunaan high data internet

Baca juga: Operator seluler dukung aplikasi PeduliLindungi buatan Kominfo

Baca juga: Menkominfo minta operator seluler jaga kualitas jaringan selama WFH

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2020