Sekarang angkutan umum yang beroperasi kurang dari 10 persen, masyarakat sudah sadar
Jakarta (ANTARA) - Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta mempertanyakan ketegasan pemerintah soal transportasi khususnya sektor darat, dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk DKI Jakarta.

Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, menilai baik di Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19, ataupun Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan COVID-19 di DKI Jakarta tersebut, angkutan penumpang tetap berjalan dengan pembatasan jumlah penumpang dan pembatasan jadwal.

"Pemerintah harusnya tegas dalam membuat suatu keputusan, jangan mengambang seperti itu. Sekarang saja, dengan adanya kebijakan stay at home, itu kan mengurangi mobilitas transportasi angkutan umum, karena mobilitas masyarakat kan berkurang. Sekarang angkutan umum yang beroperasi kurang dari 10 persen, masyarakat sudah sadar," ujar Shafruhan ketika dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Dengan aturan yang tidak memberlakukan pencabutan operasional, kata Shafruhan, seakan-akan pemerintah tidak ingin terlibat dalam tanggung jawab sosialnya pada pekerja transportasi.

Baca juga: Dishub: Kompensasi dampak penghentian layanan bus masih dibahas

"Sarana transportasi umum ini adalah salah satu silent carier penyebaran COVID-19, jadi ini kan lucu. Kalau kita lihat lagi keputusan terkait transportasi umum ini, pemerintah seakan tidak mau mencegah operasional angkutan umum karena pemerintah menghindari tanggung jawab yang menyertainya, itu kesannya. Padahal semua industri angkutan umum mendukung langkah pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19, dari semua lini," ujar dia.

Terkait PSBB di Jakarta yang mengatur kapasitas penumpang transportasi menjadi hanya 50 persen, dan jam pelayanan hanya pukul 06.00 WIB sampai 18.00 WIB, demi memerangi COVID-19, kata Shafruhan, membuat operator jasa angkutan umum serba salah karena penumpang sudah turun 90 persen sehingga tidak ada keuntungan untuk bisa menutup biaya operasional.

"Harusnya kementerian itu juga bisa melihat data. Kalau memang permintaan sudah kecil, ya, putus saja sekalian. Kalau begini rugi kita. Jadi buah simalakama. Lihat mikrolet, parkir semua, saya lihat terminal bus AKAP juga penumpang tidak ada. Mungkin PSBB besok tinggal 5 persen yang beroperasi," ujarnya

Terkait hal tersebut, Shafruhan mengatakan pihaknya telah bertindak dengan mengirimkan surat pada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memastikan insentif ataupun stimulus untuk angkutan darat yang terimbas.

Baca juga: Penghentian operasional, Organda Jakarta usul ada kompensasi awak bus

Dalam suratnya, Organda mengungkap semua moda angkutan umum sudah tidak mampu lagi mempertahankan kelangsungan hidup usahanya sehingga tenaga kerja di sektor industri transportasi terancam dirumahkan dan tidak bekerja, tidak berpenghasilan, atau terancam PHK.

Oleh sebab itu, Organda DKI berharap adanya insentif dari Pemprov DKI Jakarta, seperti pembebasan biaya Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) baik pokok maupun tunggakan.

Selain itu, besar harapan agar pemerintah mampu memberikan bantuan langsung tunai kepada pekerja pengemudi/awak kendaraan, mekanik dan staf sebagai jaring pengaman sosial.

Terakhir, membebaskan semua retribusi daerah yang dikenakan untuk angkutan umum, dan memastikan operator angkutan yang sudah berkontrak dengan TransJakarta agar tetap dibayar penuh baik operatornya maupun pengemudinya sesuai kontrak.

Baca juga: Organda DKI berhentikan operasional bus AKAP

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020