Jakarta (ANTARA News) - Masih banyak yang tahukah peranan suatu gedung di Jalan Abdur Rahman Saleh No.26 Jakarta Pusat?

Sejumlah warga yang berada di sekitar gedung bercat putih, yang bagian depannya dililit spanduk berwarna merah putih, itu memperlihatkan mimik bingung ketika disebutkan nama Museum Kebangkitan Nasional.

Nama itulah yang disandingkan untuk gedung tempat tercetusnya tongkak sejarah terbentuknya kesadaran nasional untuk melawan kolonialisme.

Museum Kebangkitan Nasional menempati gedung tua bekas sekolah kedokteran yang didirikan Belanda untuk orang-orang bumi putera, yang dikenal dengan nama STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Arsten).

"Jangankan turis asing, bangsa Indonesia sebagai pemilik bangunan terkait sejarah kebangkitan bangsa kurang mencintai, sehingga wajar sekiranya tidak mengetahui peranannya," kata Kepala Museum Kebangkitan Nasional Edy Suwardi.

Gedung STOVIA merupakan tempat berkumpulnya orang- orang terpelajar bumi putera dari berbagai daerah di nusantara.

Dari gedung itulah bibit-bibit nasionalisme dan kebangkitan bangsa Indonesia mulai bersemi, tumbuh, dan menyebar.

Tepatnya, 101 tahun, lalu pada 20 Mei 1908, beberapa mahasiswa STOVIA antara lain dr Sutomo, dr Cipto Mangunkusomo, dr Wahidin Sudirohusodo dan dr Setiabudi (Douwes Dekker) mencetuskan lahirnya organisasi pergerakan nasional Budi Utomo.

Pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan tanggal lahirnya Budi Utomo sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Pada pendudukan Jepang tahun 1942, gedung itu difungsikan sebagai penjara bagi tentara Belanda yang menjadi tawanan perang.

Setelah Indonesia merdeka, gedung tua yang masih berdiri kokoh tersebut direnovasi pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, 5 April 1973.

Presiden Soeharto, pada 20 Mei 1974, meresmikannya menjadi Gedung Kebangkitan Nasional, selanjutnya 27 September 1982 pengelolaannya dialihkan dari Pemerintah DKI Jakarta ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

"Pengelolaan gedung ini sekarang di bawah kewenangan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata," ujar Edy Suwardi.



Keistimewaan

Museum itu menempati areal seluas 14.625 meter persegi. Gedung itu memiliki keistimewaan corak campuran arsitektur, yakni khas Jawa, Toraja, Minang, dan Belanda.

Kekhasannya dilihat pada arsitektur koridor-koridor panjangnya, langit-langit ruangan yang tinggi, serta pintu dan jendalanya berukuran lebih dari dua meter.

Museum itu memamerkan berbagai benda sejarah berhubungan dengan Kebangkitan Nasional, seperti dokumen-dokumen, kamera, peralatan, benda, pakaian, senjata, replika, patung, foto, lukisan, diorama, vandel, dan film.

Koleksi itu tertata rapi dalam tujuh ruangan pameran, yakni pengenalan, awal pergerakan nasional, kesadaran nasional, pergerakan nasinal, propaganda studie fonds, memorial Budi Utomo, dan pers.

Khusus untuk ruang memorial Budi Utomo, misalnya, pengunjung dapat menikmati koleksi lukisan dr Wahidin dan kerangka manusia yang digunakan praktek mahasiswa STOVIA.

Tidak kalah menariknya adalah kursi kuliah STOVIA, patung pendiri Budi Utomo, foto kegiatan mahasiswa STOVIA serta lukisan situasi perkumpulan Budi Utomo.

Ruangan ini dulunya bernama ruang praktek anatomi dan dianggap paling bersejarah karena digunakan oleh dr Sutomo dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya sebagai tempat perumusan maupun pendirian organisasi Budi utomo.

Pengunjung juga akan dibuat kagum saat melihat meja dan kursi makan pelajar STOVIA, peralatan kedokteran, diorama dr Wahidin, diorama berdirinya Budi Utomo, dan foto-foto organasisi awal Kebangkitan Nasional.

Selain itu, dipamerkan juga foto ogansiasi pemuda, lukisan perjalanan dr wahidin dan patungnya serta patung pelajar STOVIA dan lainnya.



Akses

Museum itu mudah dijangkau karena berada di jantung Kota Jakarta. Bagi yang menggunakan bus Transjakarta, museum itu bisa dicapai dengan berjalan kaki dari halte Kwitang.

Pengunjung bisa menikmati museum dengan koleksi bernlai sejarah itu setiap hari Selasa - Jumat, pukul 09:00 - 15:00 WIB, sedangkan Sabtu dan Minggu muesum tutup sejam lebih awal.

"Setiap Senin maupun hari libur nasional dilakukan pemeliharaan koleksi, baik preventif maupun kuratif," kata Kepala Museum.

Pengunjung dikenakan tarif masuk Rp750 untuk setiap orang dewasa dan anak-anak Rp250.

Sementara jika datang dalam bentuk kelompok, orang dewasa membayar Rp500 dan anak-anak Rp100.

Budayawan Haryono Guritno menyerukan pemerintah agar memberikan perhatian serius bagi aset-aset bersejarah.

"Kebangkitan nasional yang diprakarsai Budi Utomo merupakan teladan baik bagi generasi muda saat ini agar tidak tergilas globalisasi sehingga dikeluhkan terjadinya degradasi kebangsaan," katanya. (*)

Oleh oleh Alex Sariwating
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009