Surabaya (ANTARA) - Pimpinan DPRD Kota Surabaya menyatakan Pemkot Surabaya belum punya rencana mengusulkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ke Kementerian Kesehatan melalui Pemerintah Proivinsi Jatim menyusul melonjaknya warga Kota Pahlawan yang positif COVID-19.

Wakil Ketua DPRD Suabaya A.H. Thony, di Surabaya, Selasa, mengatakan meskipun DKI Jakarta sudah menerapkan PSBB, namun Surabaya belum punya rencana karena pandemi COVID-19 yang ada di Jakarta dengan Surabaya jauh berbeda.

Baca juga: Pemkot Surabaya diminta usulkan PSBB dampak COVID-19

Baca juga: Imbas PSBB, KAI Surabaya hanya jalankan dua kereta ke Jakarta

Baca juga: Penegakan PSBB di Jakarta Utara dilakukan humanis dan tegas


"Kondisi di Surabaya masih relatif terkendali apalagi jumlah angkanya relatif lebih sedikit," katanya.

Diketahui dari laman lawancovid-19.surabaya.go.id, jumlah warga yang terkonfirmasi positif COVID-19 di Surabaya mengalami kenaikan drastis dari sebelumnya pada Sabtu (11/4) hanya 97 orang menjadi 180 orang pada Minggu (12/4). Sedangkan pada Senin (13/4) mengalami kenaikan 28 orang sehingga total menjadi 208 orang.

Menurut dia, adanya lonjakan data positif COVID-19 hingga 180 orang dalam sehari itu, tentunya perlu dipikirkan bagaimana upaya untuk melakukan antisipasi agar angka tersebut tidak terus meningkat.

Terkait jumlah angka ini, Thony mengatakan pihaknya punya pendapat bahwa pemerintah perlu menyiapkan konsep PSBB itu dari mulai ringan maupun menengah.

Namun, lanjut dia, untuk menetapkan kapan PSBB itu berlaku di Surabaya, pihaknya masih belum mengetahui karena perkembangan jumlah peningkatan angka COVID-19 ini masih bisa diantisipasi dengan berbagai cara penanganan seperti memberlakukan isolasi tempat tinggal pasien yang terpapar COVID-19.

Selain itu, Thony menjelaskan, pihaknya mengedukasi kepada masyarakat dengan cerdas agar supaya bisa lebih mematuhi anjuran dari pemerintah. Tidak kalah pentingnya, kata dia, pihaknya berharap pemerintah tidak terlalu berfokus ke masyarakat yang terkena dampak COVID-19 saja.

"Sekarang masalahnya banyak pihak yang saling tarik-menarik persoalan ini seolah-olah tidak lagi pada persoalan penyakit, tetapi sudah persoalan perut," katanya.

Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, M. Fikser sebelumnya mengatakan Wali Kota Surabaya Tri Rismharini sudah menggelar audiensi dengan Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugraha terkait melonjaknya warga positif COVID-19 di Surabaya pada Senin (13/4).

"Bu Risma dan Pak Sandi diskusi banyak. Salah satunya jumlah yang terkonfirmasi apakah mereka dari orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dengan pengawasan (PDP). Atau data dari luar, yang kemudian test swabnya di Rumah Sakit Surabaya dari luar masuk terus jadi seperti itu," katanya.

Fikser menjelaskan untuk pasien ODP dan PDP memang sebelumnya sudah melalui berbagai tahap pemeriksaan dan tes khususnya untuk warga Surabaya. Namun yang dikhawatirkan dari jumlah data yang dimiliki pemkot, ada pasien yang COVID-19, tetapi di luar dari data yang dimiliki pemkot.

Artinya, lanjut dia, Pemkot Surabaya harus menyiapkan strategi penanganan khusus, jika ada warga Surabaya yang berobat di luar kota dan statusnya positif COVID-19.

"Padahal Surabaya juga kan menjadi rujukan dari berbagai daerah. Bisa jadi awalnya dia (pasien) bukan positif. Lalu dalam perkembangannya berobat di rumah sakit luar Surabaya akhirnya positif. Sehingga ini yang sedang dibahas di sini bagaimana penanganannya," ujarnya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020