Jakarta (ANTARA) - Virus Corona yang menjadi penyebab COVID-19 saat ini telah menjadi isu yang mendunia. Bencana penyebaran COVID-19 yang diawali dari Kota Wuhan di China saat ini menjadi trend pembahasan baik pada media mainstream maupun pada media sosial di Tanah Air maupun di mancanegara.

Hampir seluruh lapisan masyarakat yang mendiami bumi mengetahui hal ini.

Dampak yang ditimbulkannya pun telah merambah ke segala aspek kehidupan. Mulai aspek kesehatan, ekonomi, pendidikan, keamanan, industri sampai pada aspek politis yang menyangkut soal kebijakan.

Tulisan berikut ini ingin menyoroti keterkaitan antara kehadiran Covid-19 dengan penyatuan visi kebangsaan.

Statistik Kasus

Sampai pada minggu kedua bulan April 2020, penyebaran virus ini di seluruh belahan dunia tercatat 1.784.331 kasus dengan korban meninggal dunia sebanyak 108.962 orang dan jumlah pasien yang berhasil disembuhkan berjumlah 405.043 orang.

Amerika Serikat menduduki peringkat pertama kasus terinfeksi COVID-19 dengan jumlah kasus terinveksi 533.115 kasus dan korban meninggal dunia 20.580 orang. Mengutip New York Times (10/04/2020), Corona telah menjadi penyebab kematian di AS dengan jumlah 1.097 kematian per hari.

Merujuk pada grafik yang dibuat oleh Maria Danillychev, korban yang meninggal akibat infeksi COVID-19 menempati peringkat ke-3 setelah penyakit jantung (1.777 orang perhari) dan kanker (1.641 orang perhari). Peringkat pertama korban yang terinfeksi diduduki Amerika, dan ini terjadi di luar dugaan banyak orang.

Setelah Posisi Amerika Serikat menduduki peringkat pertama, patut membuat dunia berada dalam situasi mencekam.

Tak terbayangkan negara secanggih Amerika dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mulai dari alat-alat perang, teknologi kedirgantaraan, sampai pada teknologi informasi ternyata harus menyerah di bawah serangan virus COVID-19 yang mematikan.

Jerman sendiri yang juga sangat terkenal dalam industri bidang kesehatan dan farmasi (obat-obatan), juga ternyata belum mampu mengatasi situasi ini, hingga negaranya saat ini menduduki peringkat ke-5 dengan jumlah kasus terinfeksi sebanyak 125.452 orang dan korban meninggal dunia berjumlah 2.871 orang.

Posisi Indonesia hingga 12 April 2020, mencatatkan 4.241 kasus terinfeksi, 373 kasus di antaranya berhasil disembuhkan dan 359 orang meninggal dunia. Angka-angka di atas masih akan terus bergerak dan menunjukkan pergerakan grafik ke arah menaik dan belum ada tanda-tanda penurunan.

Baca juga: Kemenparekraf ajak usaha kreatif lewat #BeliKreatifLokal

Strategi Untuk Indonesia

China sebagai negara yang pertama mendapat wabah virus ini, justru saat ini telah menutup rumah sakitnya dan tak termasuk pada 5 (lima) besar negara yang mendapat serangan wabah virus ini.

Iran yang semula diperkirakan akan menjadi negara kedua setelah China mendapat serangan terbanyak virus ini, ternyata hari ini telah dapat mengatasinya.

Iran hanya mencatat 12.391 pasien yang terinfeksi dan yang dapat disembuhkan berkisar angka 32,3 persen dan yang dinyatakan meninggal 2.640 orang. Iran mengambil langkah cepat untuk pencegahan penyebaran virus.

Setelah laporan kematian pertama, Iran melalui kementerian kesehatannya, langsung mengimbau warganya untuk mengunjungi situs daring mereka dan meminta warga untuk melaporkan gejala-gejala yang memiliki potensi adanya serangan virus, beserta identitas mereka.

Iran mengumumkan lockdown, kegiatan belajar di sekolah dan universitas ditutup hingga bulan April.

Meniadakan semua kegiatan parlemen, menutup tempat-tempat ziarah, kegiatan sholat Jum’at dihentikan sementara, meminta warganya untuk tidak bepergian pada acara Tahun Baru Persia, guna menekan penyebab wabah corona.

Selain Iran, Korea juga berhasil menerapkan kebijakan lockdown, dan menjaga jarak antar manusia (physical distancing) dan untuk tidak bersosialisasi secara langsung (social distancing) ternyata cukup efektif untuk menekan penyebaran virus ini.

Pandemi corona harus dikalahkan dan itu tidak hanya tanggung jawab dokter dan paramedis. Semua warga harus mengambil porsinya untuk melawan keganasan virus yang mematikan ini.

Perkiraan para ahli, jika Indonesia tidak segera mengambil langka-langkah konkrit , merujuk pada kasus di beberapa negara tersebut, maka dikhawatirkan Indonesia akan masuk peringkat negara-negara yang terbanyak mendapat serangan virus COVID-19.

Diperkirakan oleh para ahli puncak infeksi virus COVID-19 di Indonesia akan terjadi pada sekitar bulan Mei-Juni 2020 dengan perkiraan jumlah korban terinveksi 0,8 persen dari total penduduk Indonesia sekitar 269,6 juta jiwa, atau total 3,49 persen dari jumlah total penduduk dunia.

Maka jumlah penduduk Indonesia yang berpotensi mendapat serangan Virus Covid-19, sekitar 21.520.000 orang dengan perkiraan angka kematian 0,8 persen.

Tanpa mendahului kehendak Allah, Tuhan Yang Maha Esa, diperkirakan akan ada angka kematian sekitar 172.160 orang diakibatkan virus ini – melebihi angka kematian bencana Tsunami Aceh 26 Desember 2014, yang menelan korban sekitar 167.000 jiwa. Semoga Allah menjauhinya dan melindungi bangsa ini.

Oleh karena itu, belajar dari berbagai kasus di beberapa negara tersebut, kiranya langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah saat ini sudah tepat.

Tinggal bagaimana rakyat dan kelompok-kelompok masyarakat dapat memaknai bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah hari ini sudah berada pada jalur yang benar.

Negara telah menjalankan sebuah kewajiban berdasarkan perintah konsitusi, yakni “Melindungi segenap tumpah darah Indonesia.”

Hari ini kita telah melihat kehadiran negara dengan sungguh-sungguh. Berbagai kebijakan telah diputuskan dan merujuk pada kebijakan yang ditempuh oleh Iran, China dan Korea Selatan.

Bangsa ini tidak perlu harus mengalami peristiwa yang pahit itu seperti yang berlangsung di Spanyol dan Italia, di mana warganya menganggap enteng serangan virus itu pada awalnya sehingga berbagai himbauan pemerintah dianggap sepi dan merupakan kebijakan yang tidak berguna.

Larangan bepergian (mudik), lockdown terbatas, social/physical distancing, larangan berkumpul lebih dari lima orang, cuci tangan, gunakan masker, dan lain sebagainya, hendaknya dipatuhi tanpa ada kecurigaan.

Baca juga: Kemnaker mendata 2,8 juta pekerja untuk bisa mendaftar Kartu Pra-Kerja

Memperkuat Visi Kebangsaan

Apa hubungan visi kebangsaan dengan Covid-19 ? Belajar dari Iran, China dan Korea Selatan, dalam mengatasi COVID-19 patut kita acungkan jempol kepada pemimpin dan rakyatnya. Kepatuhan rakyat terhadap pemimpin tidak lahir tiba-tiba. Tapi melalui proses perjalanan yang panjang, di mana tiap kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat, negara hadir.

Hari ini kita sudah saksikan kehadiran negara, walaupun belum maksimal. Itu dapat kita maklumi di tengah situasi “keterkejutan” yang muncul dengan tiba-tiba. Tak mudah memang, tetapi apapun juga negara telah mengambil langkah-langkah konkrit.

Di saat kebijakan lockdown terbatas diambil, bersamaan dengan itu muncul persoalan ekonomi dan sosial. Angka PHK tinggi yang diikuti dengan meningkatnya angka pengangguran. Sekalipun ketersediaan sumber kebutuhan bahan pokok cukup hingga beberapa bulan ke depan, tapi daya beli masyarakat melemah.

Uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tak cukup lagi tersedia di pundi-pundi warga. Apalagi bagi mereka yang selama ini bekerja sebagai buruh harian lepas atau yang bekerja pada sektor informal.

Pemerintah memang telah mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi dengan mengucurkan sejumlah dana untuk mengatasi dampak pandemi corona.

Sampai dengan awal April 2020, Pemerintah telah menyetujui untuk mengucurkan Rp 405,1 Triliun untuk mengatasi dampak COVID-19 termasuk menyiapkan jaringan pengamanan sosial untuk pendistribusiannya.

Kebijakan itu dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Sebagaimana amanah konstitusi Perppu hanya boleh dikeluarkan jika negara berada pada posisi genting atau darurat.

COVID-19 memang membuat suasana kehidupan masyarakat berada dalam situasi darurat. Mulai dari kebijakan perbankan sampai dengan kebijakan pembebasan rakyat golongan ekonomi rendah dari kewajiban membayar listrik.

Pemerintah Propinsi dan Kabupaten-pun diminta untuk mengalihkan alokasi anggaran daerahnya untuk mengatasi situasi ini.
Tak kurang dari Kementerian Sosial-RI dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi-RI diberi tugas khusus untuk mendistribusikan anggaran mengatasi dampak ini.

Pemerintah telah menitik beratkan prioritas penggunaan anggaran pada 3 (tiga) bidang yakni : Bidang Kesehatan Rp.75 Triliun; Bidang Pelindungan Sosial Rp. 110 Trilun; dan Bidang Dunia Usaha Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional yang meliputi; Insentif Perpajakan dan Stimulus Kredit Usaha Rakyat Rp.70,1 Triliun dan Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Rp.150 Triliun.

Peluang ini tak boleh dimain-mainkan. Semua pihak terkait , harus serius dan penuh kesadaran yang dalam bahwa, kebijakan ini semata-mata untuk rakyat, untuk bangsa, untuk generasi kita yang akan datang.

Jangan ada lagi kecongkakan sektoral antara Kementerian, Pemprov dan Pemko/Pemkab. Ini adalah kerja bersama yang perlu penanganan bersama. Masing-masing kita harus menurunkan ego apapun bentuknya.

Jangan sampai generasi kita yang akan datang mengatakan, apa yang mereka terima nanti adalah disebabkan oleh kegagalan kita sebagai pendahulunya dalam mengatasi bencana COVID-19 yang berdampak pada masa depan mereka.

Di sinilah dituntut bahwa, sebagai bangsa yang besar kita perlu membangun solidaritas, jika kita tak dapat menyumbang secara materil, kita dapat menyumbangkan pikiran, ide dan gagasan, tapi justeru jangan “merampok” dari alokasi anggaran yang telah disediakan oleh pemerintah.

Jika tak bisa “membantu” jangan “menghalangi” itu sudah cukup bagi bangsa ini untuk mengatasi situasi ini. Jika tak bisa mengobati infeksi virus jangan menjadi media penyebar virus.

Distiribusi dan implementasi paket kebijakan keuangan yang dikucurkan pemerintah harus dikawal secara bersama dan ini adalah momentum untuk membangun kembali rasa solidaritas kebangsaan. Jadikanlah musibah ini sebagai instrumen perekat bangsa.

*) OK Saidin adalah Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia

Baca juga: Jabar Bergerak dirikan posko makan siang gratis di Gedung Pakuan
 

Copyright © ANTARA 2020