Jakarta (ANTARA) - Pendiri komunitas Books4care, Lufti Avianto mengatakan momen tetap berada di rumah saja selama pandemi COVID-19 dapat diisi dengan kegiatan menulis untuk kesembuhan (Writing for Healing).

“Kegiatan menulis tersebut terinspirasi dari B. J. Habibie yang mengalami trauma berat setelah sang istri, Ainun Besari meninggal dunia,” ujar Lufti yang merupakan pegiat literasi baca dan menulis kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

Presiden ketiga RI tersebut, kata Lufti, menolak depresi dan masuk rumah sakit jiwa dan memilih untuk sembuh tanpa obat dengan cara menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku

Dia meyakini setiap orang punya trauma hidup, kecil atau besar, tergantung bagaimana cara mengelola trauma tersebut.

Baca juga: Penikmat seni diajak lomba menari & berlatih menulis prosa #dirumahaja

Baca juga: Ide mendorong wartawan menulis buku mencuat pada HPN 2020


“Maka, dengan menulis selain memberi makna pada momen WFH seseorang akan dapat menyembuhkan trauma, sakit juga kegelisahan hati,” ujarnya.

Lufti mengatakan terdapat banyak sekali manfaat menulis untuk kesehatan jiwa seseorang, diantaranya seperti meningkatkan percaya diri, menurunkan tingkat kecemasan, dan lain sebagainya. Dengan menulis seseorang bisa lebih ekspresif dan jujur pada diri sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pennebaker & Beal tahun 1986 di Amerika menyebutkan kebiasaan menulis tentang pengalaman hidup yang berharga dapat menurunkan masalah kesehatan, seperti menurunkan stres, meningkatkan sistem imun, menurunkan tekanan darah, mempengaruhi mood, merasa lebih bahagia, bekerja dengan lebih baik dan mengurangi tanda-tanda depresi.

“Entah tulisan tersebut kemudian boleh dibaca oleh orang lain atau tidak, akan tapi dengan menulis, seseorang akan merasa lebih lega atas apa yang sedang menghimpit dalam batinnya,” katanya.

Berkaitan dengan itu Lufti bersama komunitasnya membuat program tantangan menulis selama 15 hari bertajuk Writing for Healing yang sudah diikuti oleh 88 peserta dari 42 kota di seluruh masyarakat Indonesia. Kegiatan ini berlangsung secara daring sejak 1 April-15 April dengan usia peserta minimal 17 tahun.

Selain itu peserta juga terlebih dahulu akan dibimbing oleh beberapa ahli dalam kuliah Whatsapp diantaranya yaitu Dr. Setiawati Intan Savitri, dosen psikologi Universitas Mercu Buana yang akan memberikan materi Narrative Writing Therapy, selanjutnya Adi Rustandi yang akan membekali tentang menulis kreatif serta Evin Tobing akan membekali tentang swasunting.

“Peserta akan menulis kisah kepahitan hidupnya, bisa berupa memoar (nonfiksi) atau cerita pendek (fiksi) minimal tiga halaman. Pendekatan fiksi juga digunakan, sebab tidak semua orang berani mengakui kisahnya. Tujuan kami adalah untuk membantu ‘menyembuhkan dan melegakan’ beban psikis peserta dengan cara menulis,” katanya.

Lebih lanjut lagi Lufti berharap dengan adanya program ini dapat mendorong peserta menuliskan pengalaman dan pelajaran melalui tulisannya, sehingga pembaca bisa mendapatkan sesuatu yang berharga.

“Hasil dari program ini memang semua karya tidak akan diterbitkan, kecuali naskah tersebut layak maka akan kami usahakan, karena editor kami punya syarat yang ketat dalam menerbitkan buku,” katanya.*

Baca juga: Penulis ternama motivasi masyarakat Garut untuk semangat menulis

Baca juga: Yura Yunita menulis lagu untuk luapkan isi hati


Pewarta: Zita Meirina dan Zainiya Abidatun
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020