Menjaga sektor informal atau kemitraan seperti ojek, dapat menjaga ketahanan ekonomi Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDFEBUI) menyarankan agar pembatasan sosial berskala besar, khusunya di DKI Jakarta untuk tidak melarang pengemudi ojek daring membawa penumpang demi mendukung ketahanan ekonomi.

Wakil Kepala LDFEBUI Paksi C.K. Walandouw menilai, regulasi yang membolehkan ojek daring membawa penumpang selama PSBB, seperti tertuang dalam Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran virus corona, menurut Paksi, harus disambut dengan bijak.

"Jadi tidak serta merta melarang tetapi juga memikirkan banyak hal, sehingga bila ada satu kebijakan diikuti oleh kebijakan lain yang juga mendukung, bisa disebut juga ada bauran kebijakan,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.

Paksi menyebut menurut kajian lembaganya, posisi ojek daring yang mempunyai lebih dari dua juta mitra, dari sekitar 59,3 juta atau 75 persen tenaga kerja di sektor mikro, usaha kecil, mempunyai posisi yang dapat menjaga ketahanan ekonomi.

Saat ini, mitra ojek daring merupakan salah satu yang terkena dampak langsung dari pandemik virus corona atau COVID-19.

Menurut Paksi, posisi pengemudi ojek daring dapat berlaku demikian, selama keamanan dan kesehatan dari mitra dan konsumen menjadi prioritas utama.

Baca juga: Pemprov DKI terapkan sanksi bagi ojol yang masih bawa penumpang

Baca juga: Potongan komisi ojol diusulkan diturunkan terkait COVID-19

Baca juga: Komunitas ojol minta fitur penumpang diaktifkan lagi


"Menjaga sektor informal atau kemitraan seperti ojek, dapat menjaga ketahanan ekonomi Indonesia dengan mempertahankan pendapatan, konsumsi, dan multiplier,” ujar dia.

Meski demikian, dilema yang dihadapi pemerintah terutama bagi pemerintah daerah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) soal diizinkan atau tidaknya ojek online (ojol) membawa penumpang, juga arus disikapi dengan bijak.

"Pembatasan tidak boleh ada yang membonceng di sepeda motor harus dilihat dari sisi kesehatan dan juga kebutuhan konsumen. Bila pekerja yang membutuhkan adalah sektor esensial seperti pekerja di toko sembako, tenaga medis, dan lain sebaginya, maka akan sulit bagi mereka untuk bekerja (jika ojek daring tidak diizinkan beroperasi bawa penumpang)” ujar Paksi.

Selain itu, Paksi menganggap semua pihak mesti memikirkan cara mengganti pendapatan mitra pengemudi ojek daring yang hilang akibat pengurangan kegiatan sepanjang pandemi COVID-19.

Selanjutnya, tinggal melihat dampak penyebaran virus, berikut pertimbangan kebijakan mengenai ojek daring yang akan membawa penumpang.

”Bila insentif atau BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pemerintah cair dan dampak dari COVID-19 tetap meluas, maka pertimbangan untuk tidak membolehkan ojek daring mengambil penumpang harus mendapatkan pertimbangan yang serius, baik dengan tujuan pembatasan maupun untuk menambah alat-alat yang harus dipakai mitra dan konsumen untuk menghindari penyebaran virus COVID-19,” kata dia.

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020