Tuban, Jatim (ANTARA) - Runtuhnya Patung Dewa Perang Kong Coo Kwan Sing Tee Koen di Kompleks Klenteng Kwan Sing Bio, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, diduga akibat cuaca, sehingga konstruksi patung tidak bisa menahan tekanan angin, kata sumber kepolisian setempat.

"Saat ini, untuk kepentingan penyelidikan dan keselamatan orang, di lokasi kejadian kami pasang garis polisi," kata Kapolres Tuban AKBP Ruruh Wicaksono, saat meninjau lokasi runtuhnya patung di Tuban, Kamis.

Ruruh mengatakan, pihaknya masih akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait robohnya patung dewa yang juga diklaim tertinggi di Asia Tenggara dan dibangun dengan biaya sekitar Rp2,5 miliar pada Tahun 2017 itu.

Sementara itu, salah seorang panjaga klenteng, Alim Sugiantoro, mengaku terkejut dengan robohnya secara tiba-tiba patung yang berada di halaman belakang klenteng tersebut.

"Memang dugaan awal karena cuaca, dan saat ini kami membersihkan bekas puing-puing robohnya patung, diharapkan bisa kembali cepat dibangun," katanya.

Alim mengatakan, pihak klenteng masih melarang dan tidak bisa memberikan izin kepada siapa pun untuk masuk ke lokasi, kecuali para petugas yang sedang melakukan penyelidikan terkait robohnya patung tersebut.

Sebelumnya, sempat beredar video di kalangan masyarakat Kabupaten Tuban terkait robohnya patung yang juga menjadi ikon wilayah setempat.

Dalam video itu, diperlihatkan posisi patung yang masih utuh, kemudian secara cepat dalam hitungan detik runtuh, dan hanya meninggalkan bagian pedang dari patung serta kerangka/tulang bangunan yang menyangga patung tersebut.

Robohnya patung setinggi 30,4 meter itu sempat membuat masyarakat sekitar gempar, karena suaranya seperti pesawat jatuh, dan tanpa adanya tanda-tanda sebelum runtuh.

Patung yang dibangun menghadap ke arah laut itu merupakan patung Dewa Panglima Perang Tiongkok, Konco Kwan Sing Tee Koen, dengan dominasi warga merah hijau, dan sempat menimbulkan polemik di dunia internasional pada pertengahan 2017.

Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020