Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koperasi dan UKM berupaya menerapkan mitigasi dampak COVID-19 terhadap UMKM dan komunitas kopi di Indonesia agar tetap terjaga kelangsungan usahanya selama pandemi.

Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM M Riza Damanik dalam keterangannya, Jumat, menyebutkan bahwa pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga terus memperkuat skema dan program untuk membantu pelaku koperasi dan UMKM, termasuk komunitas kopi, dalam mengantisipasi dampak pandemi COVID-19.

“Selain anggaran untuk penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial dan penyelamatan UMKM telah menjadi prioritas pemerintah,” kata Riza.

Ia mengikuti acara Diskusi Kopi (DISKO) virtual dengan topik "Antisipasi Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Sektor Kopi di Indonesia” di Jakarta, Kamis (16/4).

Langkah tersebut, lanjut Riza, antara lain melalui relaksasi kredit usaha dan stimulus pinjaman bagi UMKM dan koperasi, pembebasan pajak UMKM, Kartu Pra Kerja, Kartu Sembako, Bantuan Tunai, dan Stimulus Daya Beli Produk UMKM. "Termasuk pelibatan UMKM dalam pembuatan masker nonmedis,” ujar Riza.

Hal senada dipastikan Kasubdit Tanaman Penyegar, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Hendratmojo Bagus Hudoro. Menurut dia, pihaknya mengeluarkan berbagai kebijakan seperti keringanan kredit usaha serta menyiapkan pasar ekspor alternatif.

“Tahun ini, Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian disiapkan dengan bunga rendah yakni 6 persen per tahun dan tanpa agunan untuk pinjaman maksimal Rp50 juta,” katanya

Di tahun 2020, lanjutnya, Ditjen Perkebunan ditarget merealisasi KUR sebesar Rp20,37 triliun dengan rincian di sektor hulu Rp19,76 triliun dan di hilir Rp600 miliar.

“Untuk komoditas yang besar di sektor ekspor seperti kopi, kami mengkaji alternatif pasar ke negara-negara seperti Jerman, Prancis, Amerika Serikat, Argentina, Jepang, Korea Selatan, dan Afrika Selatan,” ujar Hendratmojo.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) Paramita Mentari Kesuma menjelaskan, berdasarkan survei singkat yang dilakukan SCOPI kepada anggota SCOPI, Master Trainers (MT), dan petani kopi dampingan MT di 15 provinsi, para MT dan petani sudah mengetahui apa yang dimaksud pandemi COVID-19.

“Bisa dikatakan 90 persen dari responden sudah mengetahui tentang COVID-19. Akan tetapi, sebagian besar dari mereka belum memperoleh informasi terkait langkah antisipasi, dukungan atau bantuan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah kepada koperasi atau petani kopi,” ungkap Mentari.

Dalam survei itu juga didapatkan jenis-jenis bantuan yang diharapkan para petani selama pandemi COVID-19.

Pelaku UMKM, pelaku dalam supply-chain dan eksportir mengharapkan adanya dukungan pemerintah berupa bantuan finansial langsung (pendanaan), bantuan langsung tunai (BLT), biaya operasional, insentif pajak, membuka resi gudang yang bisa diakses petani, pelaku di dalam supply-chain dan pegawai UMKM.

“Sebagai platform nasional kopi berkelanjutan di Indonesia, SCOPI berharap untuk dapat menjaring aspirasi berbagai pemangku kepentingan dalam menanggapi dampak COVID-19 terhadap sektor perkopian melalui kegiatan DISKO kali ini,” ujar Mentari.

SCOPI sebagai wadah bagi berbagai pemangku kepentingan yang peduli terhadap kopi berkelanjutan akan memfasilitasi pelaksanaan langkah konkrit untuk menjaga stabilitas produksi dan pasar kopi di Indonesia.

Para anggota SCOPI yang merupakan pelaku UMKM, roaster, eksportir, pendamping petani, LSM, dan pengelola koperasi kopi, dalam survei yang dilakukan menyatakan akan tetap melakukan pembelian kopi dan menjualnya secara online. Pendampingan dan sosialisasi kepada petani juga akan dilakukan secara online.

“SCOPI akan merumuskan kelanjutan aksi setelah diskusi ini. Nantikan DISKO dan program selanjutnya yang kami harapkan bisa menjadi sebagian solusi untuk ikut berkontribusi mengurangi dampak negatif pandemi COVID-19 terhadap mata rantai sektor perkopian di Indonesia,” jelas Mentari.

Ketua Dewan Pengurus SCOPI Irvan Helmi menambahkan, pada masa sekarang ini sangat krusial untuk menangkap aspirasi stakeholders dan mengajak gerakan atau aksi yang bersifat kolaborasi, agar mitigasi dampak negatif terutama untuk petani.

Yang pasti, upaya menjaga stabilitas di sektor kopi juga diterapkan petani dan pengusaha kopi.

Pemilik CV Frinsa, Wildan Mustofa, selaku perwakilan dari pengusaha kopi dan anggota SCOPI, mengatakan, para pengusaha kecil dan menengah telah melakukan adaptasi pada proses proses penjualan kopi, seperti melakukan penjualan secara online dan memberikan diskon produk.


“Para pemilik kafe skala kecil dan mengengah mengadopsi beberapa taktik penjualan seperti menjadi mitra di market place, memberikan diskon produk serta layanan antar. Tapi, tidak bisa dipungkiri, omset penjualan menurun drastis, bisa sampai 90 persen,” ungkap Wildan.

Ia menyebutkan bahwa dirinya turut mendampingi petani kopi di Kecamatan Pangalengan, Provinsi Jawa Barat.

Wildan menambahkan, para pengusaha kopi akan tetap membeli hasil panen kopi ke petani tapi dengan skala yang mungkin lebih kecil.

“Oleh karenanya kami butuh dukungan Pemerintah untuk juga membeli atau menampung hasil panen petani agar harga pasaran kopi tidak turun drastis,” ucap Wildan.

Menurut Wildan, periode panen kopi sudah dimulai di beberapa lokasi seperti Aceh dan puncaknya pada Mei hingga September 2020.



Baca juga: UMKM bisa tiru model bisnis warung kopi kekinian, kata Teten
Baca juga: Petani kopi diserukan gabung dalam koperasi, tingkatkan daya saing
Baca juga: UKM binaan BUMN ikut Pameran Kopi dan Coklat Afrika

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020