Jakarta (ANTARA News) - Silvio Berlusconi, raja media dan Perdana Menteri Italia, hendak menghela gerbong baru dan segar menuju pemilihan anggota Parlemen Eropa tahun 2009.

Lebih khusus, dia berhasrat melibatkan sepasukan selebriti dan gadis-gadis peramu panggung dalam gerbong politiknya itu.

Upaya ini membuat partai pimpinannya yang berhaluan tengah-kanan Partai Rakyat Merdeka (PdL) dipenuhi para pesohor muda usia nan glamor.

Hasrat itu pupus setelah istrinya, Veronica Lario, mencela tingkah politik Berlusconi itu sebagai bentuk eksploitasi kekuasaan yang sangat memalukan.

Veronica yang selama 30 tahun menemani Berlusconi tak bisa lagi menahan diri untuk tidak mengumumkan perceraiannya dengan Sang PM Italia, dengan alasan dia tidak bisa lagi hidup bersama seorang pria yang hobi berakrab-akrab dengan para abg.

Akhirnya, dari sekian penumpang gerbong politik baru yang hendak ditarik Berlusconi itu, hanya seorang yang bertahan, yaitu si cantik berambut pirang bertubuh seksi, Barbara Matera.

Perempuan berusia 27 tahun yang pernah menjadi kontestan "Miss Italia", bintang film sekaligus presenter televisi ini, dengan mudah ditemui di YouTube. Omong-omong, Matera mengaku awam dengan dunia politik.

Media massa Italia menyebut manuver Berlusconi menominasikan figur-figur muda berwajah rupawan ke Parlemen Eropa, sebagai taktik memanfaatkan popularitas dan suara mereka nanti di parlemen Uni Eropa untuk mendongkrak popularitasnya yang tengah anjlok di dalam negeri.

Tak hanya Berlusconi, Rumania juga menyodorkan pesohornya untuk menduduki kursi parlemen Eropa, namanya Elena Basescu.

Gadis cantik nan sensual ini telah berkiprah sebagai fungsionaris partai pimpinan ayahnya yang juga Presiden Rumania, Traian Basescu.

Elena bekerja sebagai model, terkenal tukang pesta, dan diwartakan majalah Austria "Der Standard" senang gonta ganti pacar.

Rambut pirangnya yang menjuntai dan bibirnya yang tebal bak aktris Angelina Jolie membuat media lokal mempredikatinya dengan "Paris Hilton dari Rumania."

Saat rakyat Rumania mengkritik Elena tak pantas mewakili negaranya di Parlemen Eropa karena tak satu pun guratan intelektual ada pada wajahnya, sang ayah membelanya dengan mengatakan anak perempuannya itu jauh lebih pandai dibanding perkiraan orang.

Sebaliknya, bagi Rachida Dati, sosok glamor lainnya dari Prancis yang memburu kursi pada badan legislatif Uni Eropa itu, otak dan intelektualitas sama sekali bukan halangan.

Perempuan paruh baya ini adalah lulusan fakultas ekonomi dan hukum sebelum menggeluti dunia bisnis dan beralih menjadi pengacara di kantornya.

Dia memasuki dunia politik pada 2002 ketika bekerja untuk Departemen Dalam Negeri yang saat itu dipimpin Nicolas Sarkozy. Ketika Sarkozy menjadi Presiden Prancis, nasib Dati ikut terangkat, menjadi Menteri Kehakiman.

Masalahnya, tak semua orang di Kementerian Kehakiman menyukai pilihan Sarkozy itu. Beberapa saat setelah perempuan berusia 43 tahun itu memasuki kantor barunya, sejumlah pejabat teras departemen bergegas berkemas, angkat kaki selamanya dari kantor itu.

Orang Prancis mengetahui benar perangai perempuan didikan sekolah katolik dan senenek moyang dengan pesepakbola Zinedine Zidane, yaitu Afrika Utara, itu.

Sarkozy terlalu melebih-lebihkan Dati, bahwa dia adalah dewi penolong bagi sistem peradilan Prancis yang sedang sakit, padahal orang malah lebih mengenalnya sebagai pribadi boros dan angkuh.

Saat Dati melahirkan anak perempuannya 2 Januari lalu, orang Prancis mengawasinya, ingin mengetahui siapa ayah si jabang bayi. Tapi Dati menolak mengungkapkan jati diri ayah si bayi dengan berkata, "Kehidupan pribadi saya rumit."

Kini, muncul spekulasi di media Prancis bahwa Presiden Nicolas Sarkozy sengaja membuang politisi bermasalah itu ke Brussels untuk menjadi anggota Parlemen Eropa sehingga hengkanglah dia dari politik Prancis.

Partai Lanun

Nasib Dati berbeda dari Gabriele Pauli yang pernah menjadi pejabat pemerintahan daerah termuda di Jerman. Pauli terkenal di Jerman sejak 2007 manakala dengan terbuka mengkritik Edmund Stoiber yang kemudian menjadi Gubernur Bavaria.

Kritiknya itu memunculkan mosi tidak terpercaya yang berakhir pada pengunduran diri Edmund sebagai Ketua Partai Uni Sosial Kristen, parpol lokal Bavaria yang menjadi sekutu Partai Uni Kristen Demokrat (CDU) pimpinan Kanselir Angela Merkel.

Pauli pun terangkat gara-gara kasus tersebut. Segera setelah itu, fotonya yang berbalutkan bendera negara bagian Bavaria, bersarung tangan karet dan mimiknya yang keras, menjadi sampul satu majalah.

Kini dia memburu kursi Parlemen Eropa, mewakili "Free Voters," satu partai konservatif kecil di Bavaria. Ini menjadi tugas amat sulit baginya.

Tak hanya wanita-wanita muda yang tiba-tiba didorong menduduki kursi parlemen. Para caleg pria pun ikut berlomba, termasuk di dalamnya sejumlah tokoh yang warna hidupnya coreng moreng sekaligus memesona.

Diantara mereka adalah pria berusia 48 tahun Christian Engstrom, unggulan utama dari Partai Lanun yang gigih memperjuangkan Internet bebas dari kontrol dan intervensi pemerintah.

Keputusan hakim untuk menerapkan denda dan hukuman penjara kepada para operator laman Internet yang amat sukses, "Pirate Bay," telah ikut melesatkan popularitas Partai Lanun.

Didirikan pada 2006 sebagai kekuatan pengkritik, partai ini tumbuh pesar dan kini menjadi partai ketiga terbesar di Swedia. Engstrom mustahil menemui kesulitan dalam meretas jalan menuju Brussels demi menjadi anggota Parlemen Eropa.

Di badan legislatif Uni Eropa itu, matematikawan Swedia itu mungkin bisa berbincang dengan politisi gaek berusia 60 tahun dari Ceko, Vladimir Remek, yang merupakan kosmonot pertama non Rusia. Akan semakin seru jika mereka bisa berdiskusi pula dengan tetangga Nordic (Skandinavia) mereka, Ari Vatanen dari Finlandia.

Ari Vatanen, juara empat kali Reli Dakar berusia 57 tahun dan kader Partai Demokrat Kristen yang konservatif, terkenal irit berbicara.

Oleh karena itu, sulit membayangkan seorang mantan kosmonot Ceko, politisi Swedia dan pereli Finlandia bisa menjadi teman diskusi.

Vatanen malah lebih cocok bercengkerama dengan Emanuele Filiberto Umberto Reza Ciro René Maria di Savoia, lelaki berumur 36 tahun yang adalah cucu dari raja Italia terakhir, sekaligus Pangeran Venecia dan Piedmont.

Pewaris tahta Italia yang tak berlaku lagi itu memegang satu tiket Partai Demokrat Kristen, salah satu partai kecil di Italia yang berada dibawah bayang Democrazia Cristiana yang jatuh awal 1990an gara-gara skandal korupsi.

Di Savoia berbual di satu jumpa pers bahwa dia piawai berbicara dalam lima bahasa, mengenal secara pribadi setengah dari seluruh kepala negara Eropa, dan bersaudara dengan setengah lainnya. Para pemimpin partainya seketika mengonfirmasikan bahwa ia adalah orang luar biasa dan sangat mampu.

Namun sedemikian jauh, sang pangeran tak pernah mencatat cerita sukses baik dalam kehidupan pribadinya, maupun politiknya.

Faktanya, dia malah lebih sering ketiban sial dan memasuki masa-masa sulit bersama rekanan, teman dan pekerja.

Salah satunya adalah skandal pemerasan yang melibatkan gadis-gadis peramu panggung, kemudian pernah disidik karena penggelapan pajak dan suap, terakhir ditahan polisi karena diduga terlibat aksi mafia.

Domba

Kesulitan sama menimpa pula caleg Parlemen Eropa lainnya, George "Gigi" Becali.

Lelaki Romania berusia 50 tahun yang merupakan pengusaha, politisi dan pemilik klub sepakbola terkenal Steaua Bucarest itu, baru-baru ini terpaksa menghabiskan waktu dua minggu di tahanan polisi.

Lima pengawal pribadinya telah disuruhnya untuk menangkap tiga pencoleng yang mencuri mobil mewahnya. Ketika para pencoleng tertangkap, mereka dikunci dalam bagasi mobil, disiksa berjama-jam lamanya.

Bicali tidak datang dari keluarga kerajaan seperti Di Savoia dari Italia itu. Sebaliknya, dia berasal dari keluarga penggembala domba di Pegunungan Carpathian dan makmur karena usaha real estat.

Namun, seperti halnya sang pangeran, Becali merasa dilahirkan sebagai penguasa. "Saya akan menjadi penguasa yang tegas dan bijaksana," katanya sebelum gagal menjadi Presiden Rumania.

Kini, dibawah sokongan slogan-slogan sayap kanan ekstem, dia mengincar satu kursi Parlemen Eropa.

Jika gagal lagi dalam politik, kepada seorang reporter radio, Becali berkata, "Saya mungkin akan kembali menggembalakan domba."

Dibandingkan dengan Becali, reputasi Slavi Binev terlihat lebih baik. Pria Bulgaria berusia 43 tahun ini adalah pemilik sejumlah tempat disko dan klub malam.

Bersama mitra bisnisnya, dia mengendalikan beberapa perusahaan yang terlibat dalam usaha hiburan, konstruksi dan keamanan. Dia mempekerjakan 2.000 orang dan menghasilkan jutaan dolar AS.

Di atas itu semua, Binev tumbuh karena disokong reputasinya sebagai juara lomba Taekwondo di Balkan pada 1990 dan Eropa pada 1992.

Berslogankan "Yang tak bisa membunuh kita, membuat kita lebih kuat," pada 2007 Binev terpilih menjadi anggota Parlemen Eropa mewakili partai nasionalis radikal Ataka. Dia berencana tetap bernaung di bawah partai ini. (*)

Sumber: Der Spiegel, 29 Mei 2009

Oleh
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009