pasar lesu akibat lebih memilih menjaga "cash flow"
Jakarta (ANTARA) - Pakar komunikasi dari Universitas Indonesia Dr Firman Kurniawan Sujono mengatakan dampak pandemi COVID-19 tidak hanya dirasakan oleh pengemudi ojek online (ojol) tetapi juga lapisan masyarakat lainnya.

"Kesulitan yang dialami pandemi COVID-19 bukan hanya monopoli ojol. Banyak masyarakat lainnya di lapisan bawah, tengah bahkan pengusaha yang terjepit oleh keterbatasan yang timbul," ujar Firman di Jakarta, Jumat.

Kelompok pengusaha misalnya, mendapat ultimatum baik dari pemerintah maupun serikat pekerja untuk menghindarkan PHK dan tetap membayar THR.

Pengusaha merupakan kelompok masyarakat yang nyaris tanpa pembela. Sementara situasinya semakin lama semakin sulit.

Baca juga: Kadin ingatkan antisipasi dampak pasca COVID-19 khususnya ekonomi

Baca juga: Terdampak COVID-19, warga ekonomi lemah Tanimbar bebas tagihan air


"Operasi terbatas oleh karantina mandiri, ketersediaan bahan baku tak lancar akibat transportasi yang tak mudah. Begitu juga pasar lesu akibat lebih memilih menjaga "cash flow", jika krisis berlangsung panjang," tambah dia.

Hal yang menarik terjadi pada saat pandemi ini, banyak yang memberikan perhatian pada pengemudi ojol yang banyak mendapatkan bantuan.

"Bukan hendak mengatakan kelompok ini beruntung dan bantuannya dicukupkan saja. Namun dalam pandangan teori komunikasi, keadaan ini diduga karena banyak pihak masuk dalam jebakan representasi simbolik," terang dia.

Kelompok ojol sebagai lapisan pekerja informal yang mengandalkan pendapatan harian, lanjut dia, relatif ter-organisasi. Ojol seperti halnya pekerja formal yang memiliki serikat pekerja, memiliki corong untuk menyatakan pendapat, keluh kesah dan kesulitan hidupnya.

"Kelompok itu intensif menggunakan media sosial, dan kehadirannya di tengah masyarakat yang memang nyata selama masa di luar krisis sangat bermanfaat. Akhirnya, suka tidak suka menonjol. Sama sekali tidak ada yang salah dengan posisi yang berhasil diraih para pengemudi ojol. Juga ketika lambat laun, kelompok ini berhasil menduduki posisi simbolik kelas pekerja informal," terang dia.

Pengemudi ojol menduduki posisi simbolik merupakan kenyataan yang dibentuk bersama oleh para pemangku kepentingan kesejahteraan sosial, termasuk individu-individu yang prihatin dengan nasib pengemudi ojol.

Dalam teori komunikasi, interaksi terus menerus antar berbagai pihak berimplikasi pada pembentukan makna.

"Interaksi cukup intens yang dilakukan para pengemudi ojol selama ini membawanya pada posisi lebih dikenali, lebih terlihat dan akhirnya lebih diperhatikan," kata dia lagi.

Firman berharap pemerintah maupun masyarakat tidak hanya memperhatikan kelompok pengemudi ojol tetapi juga memperhitungkan mereka yang tak terepresentasi secara simbolik, seperti pedagang kaki lima, guru les privat, pengusaha kedai kopi, penjual ikan dan tanaman hias, pengemudi taksi, dan juga para pengusaha yang diasumsikan selalu memiliki napas panjang karena ada tabungan yang dimiliki.

Baca juga: Jubir: Jaring pengaman sosial kurangi dampak ekonomi COVID-19

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020