Jakarta (ANTARA) - Mantan komisioner Evi Novida Ginting Manik mendaftarkan gugatan ke PTUN karena tidak terima dengan keputusan pemberhentian dirinya sebagai salah seorang Pimpinan KPU RI.

"Saya mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan saya tercatat Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT," kata Evi Novida Ginting Manik di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Evi Novida menilai putusan DKPP memberhentikannya cacat hukum

Baca juga: Evi Novida sampaikan keberatan ke DKPP atas putusan pemberhentiannya

Baca juga: Terima Keppres pemberhentian, Evi tetap layangkan gugatan ke PTUN


Evi mendaftarkan gugatan tersebut didampingi oleh 7 orang kuasa hukumnya yang menamakan diri sebagai "Tim Advokasi Penegak Kehormatan Penyelenggara Pemilu".

Evi meminta PTUN untuk mengabulkan gugatannya dengan membatalkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat sebagai Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022.

Dengan putusan PTUN tersebut Presiden RI Joko Widodo bisa mencabut keputusan pemberhentian dirinya yang diterbitkan pada 23 Maret 2020 lalu.

Putusan itu nantinya menurut Evi bisa merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukannya sebagai Anggota KPU masa jabatan 2017-2022 seperti semula.

Evi menilai Keppres tersebut diterbitkan merujuk dari keputusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu DKPP 317/2019, sedangkan putusan tersebut dinilai cacat hukum.

"Pada Putusan DKPP 317/2019 mengandung 'kekurangan yuridis essential yang sempurna' dan'bertabur cacat yuridis' yang tidak bisa ditoleransi dari segi apapun," kata dia.

Sebelumnya Evi menjelaskan setidaknya ada tiga kecacatan hukum dari keputusan DKPP tersebut, poin pertama karena DKPP tetap melanjutkan persidangan dan mengambil keputusan atas aduan dugaan pelanggaran kode etik, padahal pengadu sudah mencabut aduannya.

Baca juga: Hasto akui tegur Saeful karena minta uang ke Harun Masiku

Baca juga: Saeful laporkan lobi terhadap Wahyu Setiawan ke Hasto Kristiyanto

Baca juga: Pukat UGM tolak ide Harun Masiku diadili secara in absentia


Tindakan DKPP tersebut bertentangan dengan Pasal 155 ayat 2 Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang mengatur DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan laporan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu.

Poin selanjutnya, DKPP belum mendengar pembelaan dari Evi Novida selaku teradu, sebelum mengambil keputusan berupa sanksi pemberhentian secara tetap.

Hal itu lanjut dia bertentangan dengan Pasal 38 ayat 2 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pemberhentian. Dalam pasal tersebut tertulis Anggota KPU harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.

"Ketiga, dalam memutuskan, DKPP tidak melaksanakan pasal 36 ayat 2 peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2019 yang mewajibkan rapat pleno pengambilan putusan dihadiri oleh 5 orang anggota, kenyataannya pleno hanya dihadiri oleh 4 orang anggota DKPP," ujarnya.

Baca juga: Evi Novida ajukan permohonan pencabutan Keppres pemecatan dirinya

Baca juga: Evi bantah pernah berkomunikasi dengan Wahyu soal Harun Masiku

Baca juga: Wahyu Setiawan serahkan bukti setoran pengembalian uang ke KPK

 

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020