Salah satu tantangan yang dihadapi para wanita yang berkerja di garis terdepan tertular dari pasien COVID-19 yang tengah dirawat
Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 telah menjadi medan pertempuran bagi berbagai kalangan masyarakat di dunia, tidak terkecuali kaum ibu rumah tangga di Jakarta yang mengambil bagian lewat profesi mereka sebagai tenaga kesehatan.

"Semua lapisan harus bahu membahu, jangan egois karena semua ini tidak bisa dikerjakan sendirian," ujar Ngabila Salama, Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.

Dokter Ngabila merupakan salah satu pejuang garda terdepan menghadapi pandemi COVID-19 di DKI Jakarta.

Bukan perkara gampang bagi Ibu rumah tangga yang kini mengemban tugas sebagai sebagai 'Case Manager COVID-19'.

Salah satu tugas utamanya adalah memutuskan sampel yang harus diuji lebih dahulu berdasarkan skala prioritas dan dampak kasus.

Hal tersebut dilakukan karena berbagai provinsi harus berbagi laboratorium penunjang di Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan.

Tugasnya adalah melakukan pengujian massal dengan metode rapid test untuk menjangkau sampel yang lebih luas dengan hasil relatif cepat.

"Upaya ini menjadi langkah tepat pemerintah sehingga saya dan tenaga medis dapat mengambil langkah antisipasi dan bekerja lebih maksimal," ujarnya.

Sejak kasus pertama di Indonesia ditemukan, kata Ngabila, ia terus mengurus berbagai hal terkait penanganan COVID-19.

"Hand phone saya hampir 24 jam berdering selama bersiaga di depan komputer," katanya.

Beragam tantangan harus dihadapi, salah satunya risiko terpapar virus yang hingga kini belum pasti obatnya.

Sejumlah tenaga kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit di Jakarta telah terpapar.

Berdasarkan data terakhir yang dihimpun melalui Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Sabtu (18/4) malam, tidak kurang dari 24 dokter gugur setelah bekerja dan menangani pasien COVID-19 di Indonesia.

Hingga waktu yang sama, sebanyak 80 petugas kesehatan juga dilaporkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terpapar virus COVID-19.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada Senin (20/4) mengumumkan tidak kurang dari 16 anggota mereka juga gugur akibat situasi serupa.

Sebanyak sepuluh perawat di antaranya adalah sosok perawat perempuan yang meninggal selama mengemban tugas melayani pasien COVID-19.

Kini relawan pun dibutuhkan untuk dapat mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan dalam menangani wabah ini.

Keterbatasan reagen dan Viral Transport Media (VTM) untuk pengujian menjadi tantangan lainnya bagi tenaga medis saat ini.

Ngabila tetap optimistis tantangan bisa teratasi dengan kerja sama tim, strategi, pengaturan logistik, pelaksanaan pengujian dan dukungan keluarga.

Ia berpesan agar para ibu rumah tangga turut berperan mengedukasi keluarga untuk tetap berada di rumah. "Yakinkan bahwa saat ini rumah adalah tempat terbaik," katanya.

Peran perawat

Yeti Utami Dewi, adalah ibu rumah tangga yang mengambil peran sebagai pejuang COVID-19 di garda 'surveilans' Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.
Surveilans Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, Yeti Utami Dewi, berpose di ruang kerja. (ANTARA/HO-Instagram @ibu.ibukota)


Perawat yang telah menyelesaikan pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat di bidang Epidemiologi ini membantu para dokter dan Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM) memberikan respons cepat penanganan wabah.

Yeti mendatangi setiap orang berstatus dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) hingga pasien terkonfirmasi positif COVID-19 yang ada di Kecamatan Kramat Jati.

Setiap muncul laporan data pasien dari Dinas Kesehatan DKI, Yeti dan tim bergegas menuju lokasi untuk melakukan penyelidikan epidemiologi dengan mengambil sampel untuk uji swab atau cairan tenggorokan.

Kemudian selama 14 hari berturut dilakukan konsultasi individu dengan pasien juga keluarganya.

"Biasanya kita mengedukasi tentang karantina mandiri di rumah, dan memantau setiap perkembangan dengan cermat," katanya.

Jika terjadi penurunan kondisi kesehatan pasien, Yeti segera berkoordinasi untuk memindahkan mereka ke rumah sakit.

"Kalau keadaan pasien justru membaik, saya akan kembali mengambil sampel pada hari ke 14 untuk uji swab supaya memastikan hasil negatif dan pasien dalam keadaan sehat," katanya.

Tanggung jawab Yeti pun berlanjut hingga tengah malam untuk merekap data-data pasien.

"Kuncinya adalah selalu memastikan setiap pekerjaan dilakukan sesuai dengan standar prosedur agar risiko terpapar bisa diantisipasi," katanya.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan menjaga nutrisi tubuh adalah beberapa upaya yang la lakukan untuk dapat tetap sehat.

Baca juga: 118 tenaga kesehatan DKI Jakarta positif COVID-19

Baca juga: 638 tenaga kesehatan tinggal di hotel kelolaan DKI Jakarta

Baca juga: DKI imbau tenaga kesehatan perhatikan teknis penanganan terduga Corona

Baca juga: Jangan lupakan peran hotel di tengah pandemi


Kerja sama tim
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Penyakit Infeksi, New Emerging dan Re-Emerging RSPI Sulianti Saroso, Pompini Agustina Sitompul (keempat dari kanan), berpose bersama anggota di ruang kerja. (ANTARA/HO-Instagram @ibu.ibukota)


Adalah Dokter Pompini Agustina Sitompul, ibu rumah tangga yang mengemban tanggung jawab penuh terhadap penyakit darurat.

Berprofesi sebagai dokter spesialis paru, Pompi saat ini mengemban amanah sebagai Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Penyakit Infeksi, New Emerging dan Re-Emerging RSPI Sulianti Saroso.

Dilatarbelakangi kabar kekhawatiran sebagian masyarakat terhadap penularan penyakit dari tenaga medis COVID-19, Pompi sangat menekankan betul standar operasional prosedur penanganan pasien di rumah sakit.

Upaya menjaga performa anggota la lakukan bersama tim dengan saling rangkul dan menata emosi.

Pembagian beban kerja dan waktu istirahat yang cukup secara bergantian bagi tenaga kesehatan, menjadi fokus penting yang diperhatikan Pompi.

"Semua dilakukan supaya tiap anggota dapat fokus melayani dengan maksimal tanpa tertular penyakit," katanya.

Pompi dan timnya saat ini sedang bertempur melawan penyakit yang menimbulkan dampak secara luas kepada masyarakat, ekonomi, sosial dan bahkan berkaitan dengan kedaruratan kesehatan dunia.

Persiapan menghadapi wabah ini telah la mulai bersama tim sejak Januari 2020.

Hingga saat ini jumlah kasus terus meningkat dan pasien yang dirujuk ke RSPI Sulianti Saroso mayoritas bergejala berat, bahkan dengan kondisi ancaman gagal napas.

"Penggunaan APD lengkap selama berjam-jam dan berulang setiap hari tanpa tahu kapan situasi ini akan berakhir, telah menambah tingkat stres tenaga kesehatan," katanya.

Hanya satu kekhawatiran Pompi saat ini, jika jumlah kasus positif di Indonesia lebih banyak dibanding kapasitas tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang tersedia.

Untuk itu ia berharap kepada insan media massa untuk terus menggaungkan dan mengedukasi seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menekan penyebaran COVID-19 sesuai dengan instruksi pemerintah.

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020