Limbah infeksius COVID-19 bisa dibakar di insinerator yang izinnya misalnya masih dalam proses
Jakarta (ANTARA) - Rumah sakit yang masih dalam proses perizinan untuk insinerator dalam keadaan pandemi seperti saat ini dapat menggunakannya untuk memproses limbah medis COVID-19, kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati.

"Tidak semua rumah sakit punya insinerator atau punya insinerator tapi tidak berizin, yang berizin hanya sedikit," kata Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu dalam diskusi memperingati Hari Bumi via konferensi video pada Rabu.

Oleh karena itu, untuk membantu rumah sakit mengolah yang memiliki potensi infeksius itu, KLHK mempersilahkan RS dengan insinerator yang masih dalam proses perizinan untuk menggunakannya khusus untuk limbah medis terkait COVID-19.

Langkah itu dapat dilakukan berdasarkan Surat Edaran Menteri LHK tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19 yang dikeluarkan pada akhir Maret 2020.

Baca juga: Ecoton: Tidak semua limbah medis harus diolah dengan insinerator

Baca juga: Pakar: Perlakukan limbah medis pasien COVID-19 dengan hati-hati


"Limbah infeksius COVID-19 bisa dibakar di insinerator yang izinnya misalnya masih dalam proses dan sebagainya, belum punya izin, asalkan memenuhi syarat teknis yaitu pembakaran 800 derajat Celcius," kata dia dalam diskusi yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu.

Sejauh ini, menurut data KLHK, baru 20 rumah sakit rujukan yang memiliki insinerator berizin dari 110 RS dengan insinerator di Indonesia. Terdapat juga 14 perusahaan jasa pengelola limbah B3 di seluruh Indonesia.

Vivien sendiri mengatakan penggunaan insinertor tidak menyelesaikan semua persoalan. Karena hasil pembakaran akan menghasilkan abu yang dapat menimbulkan polusi udara.

Karena itu, penggunaan autoclave bisa menjadi salah satu solusi untuk fasilitas layanan kesehatan yang belum memilin insinerator untuk mengolah limbah medis, kata Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) LIPI Dr. Ajeng Arum Sari.

"Autoclave tidak menghasilkan emisi berbahaya, bebas patogen dan siklusnya mudah dipantau dan teknologinya mudah," kata Ajeng.

Penggunaan insinerator atau autoclave sendiri termasuk yang sudah diatur penggunaannya oleh KLHK untuk mengolah limbah medis B3 hasil perawatan pasien COVID-19.

Baca juga: Pandemi COVID-19 meningkatkan kekhawatiran soal dampak limbah medis

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020