Jakarta (ANTARA) - Sistem keamanan Google telah mendeteksi berbagai jenis penipuan baru yang menjadi tren serangan siber selama pandemi virus corona baru COVID-19, salah satunya email phising untuk mengecoh pengguna supaya mengklik link dalam email.

Email tersebut mengaku dari lembaga amal dan LSM yang sedang berjuang melawan COVID-19, seakan-akan dikirim oleh "administrator" untuk para pegawai yang bekerja dari rumah atau bahkan berupa pemberitahuan palsu dari penyedia layanan kesehatan.

​"Kami melihat kategori terbesar adalah impersonate. Jadi, phising atau malware yang berpura-pura berasal dari agen kesehatan atau dari pemerintah atau entah bagaimana terkait dengan masker, peralatan medis, hand santizer, produk-produk semacam itu," kata Senior Director for Account Security, Identity, and Abuse, Google, ​Mark Risher, dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut, Mark mengatakan serangan siber yang terjadi jauh lebih personal.

"Dulu, seseorang akan mengirim katakan email, yang sangat umum, seperti "Dear Sir atau Madam, tolong kirimkan saya informasi Anda." Dan, itu tidak terlalu efektif. Saat ini, kami lihat pesan menjadi sangat tepat sasaran," ujar dia.

Para pelaku kejahatan siber, lanjut Mark, akan melakukan penelitian sehingga email tidak hanya berisi pesan secara umum, tapi mereka akan mengetahui di mana orang itu tinggal atau bekerja, dan mereka memasukkan sejumlah detail yang membuat pesan itu tampak lebih meyakinkan.

Sistem Google menemukan banyak situs yang dipenuhi ​malware​, yang berpura-pura menjadi halaman login akun media sosial populer, lembaga kesehatan, dan bahkan menyerupai halaman resmi​ peta penyebaran virus corona dari Johns Hopkins University.

Selama beberapa pekan terakhir, Google juga menemukan sekitar 18 juta malware dan upaya phising terkait COVID-19, serta lebih dari 240 juta pesan ​spam terkait COVID, di seluruh dunia setiap harinya.

Untuk melindungi pengguna dari risiko ini, Mark mengatakan telah membangun sistem proteksi keamanan ke berbagai produk Google yang otomatis mengidentifikasi dan menghentikan ancaman jauh lebih dini.

"Model machine learning kami telah mendeteksi dan memblokir lebih dari 99,9 persen spam, phising dan malware, sementara lapisan pengamanan lainnya akan memperingatkan Anda jika hendak masuk situs yang mencurigakan memindai aplikasi Google Play sebelum Anda mendownloadnya, dan lain-lain," ujar Mark.


Baca juga: FBI sebut peretas targetkan hasil penelitian COVID-19

Baca juga: Google temukan lebih dari 18 juta malware terkait COVID-19

Baca juga: "Malware" soal virus corona terbanyak di Bangladesh, kalau Indonesia?

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020