Jakarta (ANTARA) - Corona adalah cerita tersendiri tentang betapa pandemi telah mendorong dunia untuk memiliki kesetimbangan yang baru dan melihat semua persoalan dengan perspektif yang benar-benar berbeda.

Kewaspadaan pada wabah yang semula hanya mendatangkan dampak berupa krisis di bidang kesehatan, kini bergeser menjadi multikrisis, termasuk menyasar kehidupan sosial dan ekonomi.

Maka kemudian kewaspadaan, kesiapsiagaan, dan antisipasi mestinya bukan semata difokuskan pada satu dimensi, melainkan kompleks.

Sebab, faktanya, dalam suasana apapun, jumlah kelompok usia rentan, termasuk khususnya balita di Indonesia, tetap harus menjadi perhatian khusus. Tercatat jumlah balita di Tanah Air mencapai 25 juta dengan angka kelahiran yang tinggi 4,5 juta dalam setahun.

Di sisi lain COVID-19 memang memiliki potensi untuk membanjiri sistem kesehatan yang rapuh di negara-negara berpenghasilan rendah dan merusak banyak pencapaian yang didapat dalam kelangsungan hidup anak, kesehatan, nutrisi, dan pembangunan selama beberapa dekade terakhir.

Pemerintah Indonesia telah menerapkan langkah paling strategis untuk membentangkan jaring pengaman sosial, termasuk di dalamnya kebijakan perlindungan sosial, jaminan pemenuhan ekonomi dan kesehatan.

Namun, tanggap darurat terhadap COVID-19 yang mendesak kerap kali mengalihkan perhatian kita dari persoalan yang tak kalah penting, termasuk ketika ada program gizi yang terganggu atau ditangguhkan, seperti juga untuk program masyarakat untuk deteksi dini dan perawatan anak-anak yang kurang gizi.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr Kirana Pritasari MQIH telah menekankan kepada orang tua untuk semakin memperhatikan kebutuhan gizi anak pada saat pandemi COVID-19.

“Pemenuhan gizi anak harus tetap diperhatikan untuk menjaga imunitas anak agar terhindar dari infeksi virus COVID-19," ujar dr Kirana Pritasari MQIH.

Ia menambahkan imunitas tubuh erat kaitannya dengan cukup atau tidaknya asupan makan anak, yang akan berpengaruh langsung terhadap status gizi dan imunitasnya.

"Dengan asupan makan yang cukup, baik jumlah, jenis, dan frekuensinya, maka imunitas akan terjaga sehingga anak mampu menangkal penyakit infeksi, atau setidaknya bila telanjur terinfeksi maka dapat cepat sembuh kembali," ujar Kirana.

Menurut dia, anak yang tertular COVID-19 akan menjadi lebih berisiko, ketika anak memiliki penyakit penyerta, seperti pneumonia. Dengan demikian mempertahankan status gizi anak jangan sampai turun bagi yang normal, dan memperbaiki status gizi pada anak-anak gizi kurang dan buruk menjadi sangat penting, katanya.


Ancaman Gizi Buruk

COVID-19 yang pada perkembangannya menyertakan dampak berupa krisis multidimensi diprediksi akan memunculkan setidaknya 1 juta orang miskin baru di Tanah Air. Ini juga berarti ancaman tambahan bagi kesehatan anak dengan potensi gizi buruk dan stunting dimana-mana.

Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antarsemua komponen untuk saling bantu, termasuk dalam upaya menjaga pemenuhan gizi anak di masa pandemi.

Dirjen Kesmas Kemenkes Kirana Pristasari pun menyadari bahwa keterbatasan penghasilan orang tua dapat memberikan efek domino yang menyebabkan penurunan daya beli.

"Bila tidak diimbangi dengan kemampuan ibu memilih dan memilah makanan bergizi sesuai kemampuan, dapat berdampak terhadap asupan makan anak yang mempengaruhi status gizinya," katanya.

Oleh karena itu, ia berpendapat ketersediaan pangan di rumah tangga dan pengetahuan orang tua terhadap pemilihan bahan makanan bergizi dengan harga yang terjangkau harus menjadi perhatian khusus.

Sementara Guru Besar FKUI Prof Damayanti R. Sjarif menekankan agar jangan sampai mengabaikan gizi anak di masa pandemi.

“Kebutuhan gizi untuk tumbuh kembang mereka harus dicukupi. Daya tahan tubuh mereka perlu dibantu dengan makanan bergizi, termasuk yang mengandung protein hewani, seperti susu,” katanya.

Menurut dia, pandemi ini hanya persoalan jangka pendek, namun menjaga tumbuh kembang anak merupakan tugas jangka panjang yang harus terus dilakukan agar persoalan gizi kurang dan gizi buruk tidak bertambah.


Perlunya Inisiatif

Faktanya di lapangan, masyarakat masih kesulitan memenuhi kebutuhan pangan mereka, apalagi memikirkan pasokan gizi balita. Maka ini menjadi pekerjaan besar semua pihak untuk fokus pada hal ini agar tidak ada ancaman generasi hilang akibat pandemi.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang turun langsung ke lapangan telah membuktikan dengan gamblang perlunya uluran tangan semua pihak, tak cuma pemerintah, melainkan BUMN dan swasta untuk terlibat.

Pendiri Foodbank of Indonesia Hendro Utomo, misalnya, sebagai lembaga yang mewadahi relawan telah menyaksikan sendiri betapa penyaluran bantuan, khususnya bagi para pekerja informal, adalah sesuatu yang sangat menguras emosi dan empati. Pihaknya telah bekerja sama dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Danone melalui Danone Specialized Nutrition.

“Untuk para pekerja informal, bantuan dari Danone kami sambungkan dengan MPU (Mobil Pangan Umat) FOI dan gerai siap saji Dbesto dan Hisana. Di pinggiran Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi. Sekarang sudah sekitar 5.500 porsi makanan dari 8.000 yang akan dibagikan ke para tenaga kesehatan di puskesmas kecamatan. Dari puskesmas kecamatan sebagian disalurkan lagi ke puskesmas kelurahan,” katanya.

Kegiatan itu disambut sangat baik oleh para tenaga kesehatan di puskesmas karena selama ini bantuan untuk mereka sangat kurang.

“Padahal mereka yang berhadapan langsung dengan masyarakatnya. Tidak tahu mana yang sudah terinfeksi mana yang belum. Perhatian mereka pada gizi anak juga teralihkan lebih ke arah pemenuhan pangan saja,” katanya.

Ia sangat berharap peran lebih banyak donatur dan ia mengapresiasi Danone Specialized Nutrition yang telah terlibat dalam upaya pemberian bantuan dan pemenuhan gizi di tengah pandemi. “Terima kasih donatur, seperti Danone Specialized Nutrition, yang ikut membantu berupa dana maupun susu untuk anak” katanya.

Hal senada disampaikan relawan ACT Abbas yang berharap pangan untuk anak mestinya tetap tersedia di saat wabah melanda. “Sayangnya sekarang harga pangan anak juga menjadi tidak menentu, jadi perlu donasi dari perusahaan penyedia nutrisi anak,” katanya.

ACT juga telah menggelar Operasi Makan Gratis Humanity Food Van#BersamaLawanCorona di sejumlah daerah, termasuk Jakarta dan sekitarnya, yang menyasar pada kalangan pekerja informal.

“Kami sekarang ini sulit untuk mencari nafkah. Mendapat bantuan susu pertumbuhan SGM dari ACT sangat membantu anak kami. Kami tidak mau anak kami kurang gizi,” kata Yati, seorang ibu yang bekerja sebagai buruh cuci di Jakarta.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020