Jakarta (ANTARA News) - Film "Garuda di Dadaku", yang mulai ditayangkan di bioskop pertengahan minggu ini, membawa ingatan pada film Nagabonar dan serial televisi asal Jepang, Kapten Tsubasa.

Persis seperti Nagabonar, Garuda di Dadaku mengajak bicara soal nasionalisme Indonesia lewat guyonan.

Tema serius yang sering membuat anak-anak tidak betah menontonnya, apalagi di bioskop, digarap seringan mungkin di film ini.

Penonton di sebuah bioskop pada hari pertama penayangan film itu pun, yang sebagian besar anak-anak, dibuat tak henti tertawa.

Jika Nagabonar memamerkan kepiawaian Dedy Mizwar berakting sebagai pejuang kemerdekaan di Medan, "Garuda" mengajak penonton mengikuti perjuangan Bayu (Emir Mahira), siswa sekolah dasar yang bertekad menjadi pemain sepak bola nasional.

Berulangkali Bayu menyatakan ingin memakai kaos tim nasional, yang di dadanya dipasangi lambang burung garuda. Sejumlah dialog soal itu tiba-tiba membuat merinding dan rasa haru.

Demi cita-cita itu, Bayu harus berbohong kepada kakeknya (Ikranegara), orang tua yang kecewa atas kegigihan putranya (ayahanda Bayu) yang meninggal dunia membawa tekadnya menjadi pemain sepak bola.

Sang kakek memberi dukungan finansial dan tenaga buat masa depan Bayu, mulai kursus pelajaran sekolah hingga seni. Dia habis-habisan demi keberhasilan sang cucu, asalkan bukan sepak bola.

Didukung sahabatnya, Heri (Aldi Tansani), anak orang kaya yang hidup dengan kursi roda yang selalu ditemani supirnya (Ramzi), Bayu berkelana di Jakarta untuk mencari lapangan berumput untuk berlatih sepakbola.

Dia harus mendapatkan lapangan itu agar bisa berlatih demi menghadapi seleksi timnas U-13.

Di mana harus mendapatkan lapangan rumput gratis di Jakarta? Persoalan klasik itu pun digambarkan dengan tidak membosankan, malah menjadi arena bagi Ramzi memerkan aktingnya yang wajar sambil melemparkan guyonan.

Akhirnya, bak pepatah tak ada rotan akar pun jadi, Bayu, yang tak kunjung mendapat lapangan rumput, menggunakan kuburan sebagai tempat berlatih.

Suasana Bayu berlatih pun menjadi pembuktian bahwa film Indonesia juga enak untuk ditonton walau gambarnya diambil di tempat sederhana.

Di bagian ini, sejumlah perkembangan karakter pemerannya berjalan wajar. Sejumlah adegan di kuburan pun menjadi pemicu gelak tawa penonton.

Tema dan dialog yang berat bisa saja membebani film Garuda. Soalnya, banyak pesan yang akan disampaikan film itu, mulai hormat pada orangtua, konflik keinginan orangtua vs keinginan anak, nasionalisme, persahabatan, hingga persaingan di lapangan.

Tapi, kemampuan Ikranegara, Maudy Kusnaedi, Ramzi, dan Ari Sihasale membuat film itu tetap segar hingga akhir.

Semangat

Ada semangat Tsubasa terlihat dalam film "Garuda", yaitu semangat menjadi pemain sepak bola terbaik.

Tsubasa merupakan tokoh utama dalam komik "Captain Tsubasa", yang dijadikan serial televisi di Jepang awal 1980-an. Serial itu diputar di televisi Indonesia pada awal 2000-an.

Film itu sering disebut sebagai penyebar "virus" sepakbola mania di negeri para samurai itu.

Hasilnya, negeri itu memiliki kesebelasan kuat sejak awal 2000. Nakata dan kawan-kawan, yang membawa tim Jepang ke delapan besar Piala Dunia 2002 merupakan generasi muda penikmat serial Tsubasa.

Dalam serial itu terdapat sejumlah tokoh berkarakter khas, seperti Tsubasa dan Wakabayashi.

Tsubasa dikenal sebagai pemilik tendangan "Drive Shoot" pengidola sepak bola Brasil. Dia menimba ilmu ke negeri yang dipenuhi talenta alami sepakbola. Wakabayashi merupakan seorang kiper berteknik tinggi dan bermain di Bundes Liga, Jerman.

Tsubasa kemudian menjadi andalan dan menjadi "playmaker" di tim Jepang. Wakabayashi menjadi andalan di barisan belakang tim.

Semangat Tsubasa mengolah si kulit bundar itu seolah tergambar pada sosok Bayu, yang siap bersaing menjadi yang terbaik di lapangan. Gelora semangatnya kemudian diiringi lagu yang juga beririma semangat.

Syair lagu itu berbunyi: Garuda di dadaku/Garuda kebanggaanku/Kuyakin hari ini/Pasti menang.

Syair yang membangkitkan gelora penonton saat mendukung pasukan merah putih berjuang.

Mungkinkah semangat itu juga merasuki semangat kesebelasan tim merah putih? (*)

Oleh Oleh Sapto Hp
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009