Harus diakui bahwa kebijakan asimilasi narapidana cukup dilematis
Kendari (ANTARA) - Narapidana (napi) penerima program asimilasi atau pembebasan bersyarat dalam rangka mencegah penyebaran Virus Corona atau COVID-19 yang terlibat kejahatan terancam hukuman berat, kata seorang pakar.

Pakar Hukum Tata Negara Dr Laode Bariun SH MH, di Kendari, Kamis, menilai kebijakan asimilasi dengan dalih memutus rantai Virus Corona tergolong prematur.

"Sangat disayangkan jika ada narapidana penerima asimilasi yang ditangkap lagi, karena terlibat melakukan kejahatan," kata Bariun yang juga Ketua Granat Sultra itu pula.
Baca juga: Narapidana asimilasi Lapas Depok kembali berulah di Jaktim


Namun bagi dia, bukan sesuatu yang mengejutkan jika ada napi terlibat kejahatan lagi, mengingat pemberian asimilasi pun tidak melalui proses yang matang.

"Intinya yang paling mengetahui jejak perilaku warga binaan adalah lembaga pemasyarakatan. Maka yang paling kompeten menyatakan si A dan si B layak atau tidak memperoleh asimilasi adalah pihak lapas," katanya pula.
 
Narapidana penerima asimilasi di Rumah Tahanan Negara Unaaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. (ANTARA/Sarjono)


Menurut dia, pemberian asimilasi dengan dalih memutus rantai Virus Corona jangan terkesan sekadar menggugurkan hukuman napi, sebab esensi hukuman yang dijalani setiap napi adalah menanamkan efek jera.
Baca juga: Polri: 28 napi asimilasi yang berulah sudah ditangkap


Bagaimana dengan fakta adanya napi penerima asimilasi yang terlibat melakukan kejahatan lagi. Menurut dia, ini adalah dampak kebijakan pemberian asimilasi yang tidak memperhatikan aturan bagi warga binaan di lembaga pemasyarakatan.

"Harus diakui bahwa kebijakan asimilasi narapidana cukup dilematis, karena di satu sisi bertujuan memutus rantai penyebaran Virus Corona, tetapi di sisi lain menimbulkan keresahan di tengah masyarakat," ujarnya pula.

Menurutnya lagi, di Sultra tidak relevan dalih pemberian asimilasi untuk mencegah penyebaran Virus Corona, sebab hingga kini tidak ada warga binaan penghuni lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan negara yang positif COVID-19, orang dalam pemantauan (ODP), orang tanpa gejala (OTG) maupun pasien dalam pengawasan (PDP).

Pembebasan napi itu diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.

Pewarta: Sarjono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020