meski harga minyak dunia mengalami penurunan namun sifatnya masih fluktuatif sehingga sikap pemerintah yang belum menurunkan harga BBM, dinilai sangat tepat.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, harga minyak dunia diperkirakan kembali normal sekitar 2-3 bulan mendatang, ketika pandemi COVID sudah mereda.

"Based on COVID-19, sejumlah analisis, termasuk kurva di Indonesia maupun dunia, diharapkan memang Juli normal. Harapan tersebut juga seperti disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19," kata Komaidi di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, meski harga minyak dunia mengalami penurunan namun sifatnya masih fluktuatif sehingga sikap pemerintah yang belum menurunkan harga BBM, dinilai sangat tepat.

Baca juga: MTI: Harga minyak anjlok hendaknya diikuti penurunan harga BBM

Sementara itu dengan normalnya kondisi, lanjut Komaidi, otomatis sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan dan Cina sudah melakukan ancang-ancang untuk perbaikan proses produksi.

Begitu pula dengan negara-negara G-7, terutama di Eropa, yang saat ini masih gigih menangani COVID-19.

"Bahkan yang kami dengar informasinya, Cina sudah mulai pengadaan minyak dan gas, bahkan batubara. Proses itu dimulai, karena karena industri manufaktur mereka sudah mulai berjalan," katanya melalui keterangan tertulis.

Dengan peningkatan produksi manufaktur barang dan jasa itulah, tambahnya, otomatis permintaan minyak juga meningkat dan stok saat ini, mulai bisa terserap sehingga harga berangsur normal.

Baca juga: Harga minyak melonjak, memperpanjang keuntungan besar sesi sebelumnya

Senada dengan itu Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, penurunan harga memang tidak bisa dilakukan begitu saja, namun harus memperhitungkan banyak faktor.

Faktor tersebut di antaranya biaya yang dikeluarkan Pertamina juga sangat besar terkait dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan sulit.

"Kita tidak bisa membandingkan harga BBM di Indonesia dan Malaysia. Luas wilayah berbeda, biaya distribusi juga berbeda. Jadi, banyak biaya variabel yang dikeluarkan,]" ujarnya.

Berbagai faktor tersebut, menurut Mamit, tentu memperberat kondisi Pertamina, terlebih saat ini permintaan BBM juga menurun jauh.

Selain itu yang juga harus diperhitungkan karena Pertamina juga tidak hanya bermain di sektor hilir, tapi bermain juga di sektor hulu.

Baca juga: KPBB soroti acuan penetapan komponen harga BBM

Hal itu, tambahnya, juga berbeda dibandingkan dengan pemain swasta lain, sehingga butuh banyak pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Di sisi lain, menurut dia, Pertamina sebenarnya juga sudah menurunkan harga BBM non penugasan pada Februari lalu. Selain itu, meski dalam kondisi sulit karena tekanan pada sektor hulu, BUMN tersebut juga sudah memberikan berkontribusi untuk penanganan COVID-19.

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020