...kebijakan yang akan ditempuh tersebut bisa menaikkan defisit di atas 3 persen
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Syarief Hasan mengingatkan Pemerintah untuk berhati-hati jika ingin merealisasikan rencana mencetak uang baru Rp600 triliun untuk penanganan dampak pandemi COVID-19, karena kebijakan tersebut akan mendorong meningkatnya inflasi serta menurunkan daya beli rakyat.

"Ternyata permintaan agar Pemerintah hati-hati, ditanggapi positif oleh Gubernur BI. Mengapa pemerintah harus hati-hati. Sebab, kebijakan yang akan ditempuh tersebut bisa menaikkan defisit di atas 3 persen (diizinkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Red)," kata Syarief, dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Syarief Hasan: Segera salurkan bantuan untuk rakyat terdampak COVID-19


Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak yang luas bagi rakyat Indonesia, dan Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk melakukan upaya penanganan saat dan pemulihan pascapandemi.

Perppu yang sudah disahkan menjadi UU tersebut memberikan amanat kepada Pemerintah dan lembaga terkait, untuk perlu segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan dalam masa dan pasca pandemi COVID-19.

Dalam perjalanannya, muncul usulan agar salah satu kebijakan Pemerintah dalam upaya penanganan pandemi untuk mencetak uang baru hingga Rp600 triliun.

Usulan tersebut kemudian direspons oleh Gubernur BI Perry Warjoyo bahwa tidak mungkin melaksanakan kebijakan tersebut, karena bukan kebijakan moneter.

Melihat analisa tersebut, terutama potensi kenaikan defisit, Syarief Hasan menekankan apakah Pemerintah akan mencari utang baru, sedangkan saat ini saja utang Indonesia sudah mencapai lebih dari Rp6.000 trilliun.

Artinya, kata dia, utang rakyat akan semakin meningkat tajam dan "debt ratio" Indonesia juga akan meningkat tajam bisa mencapai 60-70 persen yang pada Era SBY sudah turun dari 56 jadi 24 persen, dan kini sudah naik lagi ke 30 persen.

"Hal tersebut akan mendapatkan respons negatif dari investor dan pasar," ujar pemilik nama lengkap Syariefuddin Hasan tersebut.

Pimpinan MPR dari Partai Demokrat itu mengungkapkan beberapa strategi untuk menghindari berbagai dampak negatif tersebut, salah satunya melakukan realokasi anggaran proyek-proyek infrastruktur seperti anggaran calon ibu kota baru.
Baca juga: Syarief Hasan apresiasi kinerja Doni Monardo


Kemudian, kata dia, melakukan berbagai penghematan anggaran lainnya secara terukur dan transparan, seperti anggaran untuk program pelatihan daring kartu prakerja.

"Pada intinya, rakyat ingin setiap penggunaan anggaran adalah untuk menjamin kepentingan kesehatan serta ekonomi, dan metode penyalurannya harus langsung menyentuh rakyat dalam skala prioritas seperti BLT dan bantuan sosial lainnya, bukan dalam bentuk pelatihan online kartu prakerja yang saat ini kurang tepat dan bukan prioritas," ujarnya pula.

Syarief Hasan berharap pemerintah sangat berhati-hati dalam hal tersebut, agar jangan sampai terlalu membebani rakyat yang kini semakin sulit terdampak pandemi COVID-19.

"Utamakan program untuk kepentingan kesehatan rakyat dan persiapan untuk economy recovery pascapandemi COVID-19," katanya pula.

Terakhir, Syarief Hasan yakin Pemerintah tentu akan melakukan apa pun, baik strategi kebijakan fiskal maupun moneter yang akan ditempuh untuk melanjutkan pembangunan karena sudah didukung perppu.
Baca juga: Syarief Hasan minta pemerintah larang mudik Lebaran

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020